Disclaimer: Artikel ini diperuntukan sebagai media pembelajaran sosiologi pada BAB Ketimpangan Sosial.
Defini Ketimpangan Sosial
1. Andrinof A Chaniago: buah dari pembangunan yang hanya berfokus pada aspek ekonomi dan melupakan aspek sosial.
2. Budi Winarno: akibat dari kegagalan pembangunan di era globalisasi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikis warga masyarakat.
3. Jonathan Haughton dan Shahidur R. Khandker: bentuk-bentuk ketidakadilan yang terjadi pada proses pembangunan. Ketidakadilan dapat terjadi anterkelompok dalam masyarakat, antar sector dalam perekonomian, atau antar wilayah dalam Negara. Ketidakadilan memunculkan kondisi yang saling bertolak belakang.
Untuk dapat mengatasi ketimpangan sosial yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan pemahaman tentang bentuk-bentuk kasus ketimpangan sosial. Ada beberapa bentuk ketimpangan sosial yang berpotensi menimbulkan berbagai masalah sosial, antara lain adalah:
Ketimpangan penyebaran aset di kalangan swasta dapat menyebabkan terdesaknya unit Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKMK) (Fritz H.S Damanik 2017:152). Pada saat ini UMKMK memiliki kendala utama dibidang permodalan. Jika tidak mendapat perhatian khusus oleh pemerintah, maka permodalan hanya akan didominasi oleh sektor swasta dan hal ini lebih menarik pihakinvestor asing untuk membiayainya. Kasus yang terjadi seperti diambil dalam Repbulika.co.id https://republika.co.id/berita/q0p1vw423/umkm-naik-kelas-berkat-emfintechem-dan-peran-ojk Kendala pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dari dahulu hingga sekarang adalah masalah permodalan. Kerap kali, usaha yang dirintis seseorang harus berhenti di tengah jalan, karena mereka tidak bisa mendapat akses pinjaman dari bank. Selain masih belum punya aset, pelaku UMKM kerap tidak memiliki harta yang dapat digadaikan demi mendapat permodalan dari bank.
Pengalaman itu juga pernah dihadapi Muhammad Khoiruddin (32 tahun), selaku pemilik CV Swacipta Karya Mulia. Ketika mengambil alih usaha di bidang perabotan dan interior sekitar enam tahun lalu, yang sebelumnya merupakan bisnis orang tuanya, ia kerap menemui tembok tebal. Sebagai orang yang belum punya pengalaman mengendalikan bisnis mebel, Khoiruddin yang memiliki banyak gagasan mengembangkan usaha kerap terbentur akses permodalan.
Sudah beberapa kali, ia harus gagal mendapat pinjaman dari bank lantaran usaha yang digelutinya di Jalan Kemiri Raya Nomor 30, Pondok Cabe Udik, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), tanahnya berstatus sewa. Hanya gedung yang dibangunnya sendiri sebagai tempat memajang hasil karya pesanan, namun tidak bisa dibuat agunan di bank. "Nah, sekitar tahun 2016, saya melihat iklan yang terpasang di mobil tentang fintech (financial technology) tertulis bisa pinjam tanpa agunan dan jaminan, saya pun mengontak nomor tersebut," ujar Khoiruddin kepada Republika.co.id, kemarin.
Tidak menunggu lama, perusahaan Modalku menindaklanjuti pesan singkat (SMS) yang dikirim Khoiruddin terkait pengajuan pinjaman, dengan mengirimkan tim untuk meninjau lokasi usaha yang digelutinya. Khoiruddin pun disurvei tentang rekam jejak CV miliknya hingga diminta rekening koran. Sebelumnya, ia juga sudah menelusuri rekam jejak Modalku di internet, hingga merasa sudah mengambil keputusan tepat. Dia perlu melakukan itu lantaran tidak terjebak dengan pinjaman yang dilakukan perusahaan yang malah memberatkan peminjam (borrower).
Menurut Khoiruddin, proses yang dilakukan perusahaan teknologi finansial itu sama seperti yang dilakukan staf marketing bank. Selama ini, pengalaman yang didapatnya, pinjaman yang diajukannya ke bank atau jasa keuangan lainnya, selalu ditolak dengan alasan tidak punya aset atau jaminan. Pun ia juga tidak punya sertifikat tanah atau BPKB mobil. "Prosesnya cepat, pengajuan saya akhirnya diterima. Saya pinjam Rp 150 juta tanpa agunan apapun, dan saya dikasih rekening giro, dan diingatkan setiap tanggal 12 jatuh tempo," ucap Khoiruddin.
Tidak ingin menyia-nyiakan suntikan dana segar, ia pun bergerak cepat dengan mencari order yang bisa digarap CV miliknya. Ketika ada permintaan dari perkantoran, apartemen, hotel, maupun pesanan khusus untuk perabotan rumah, Khoiruddin selalu memenuhi permintaan tepat waktu, bahkan barang selesai lebih awal. Dengan begitu, ia bisa mendapatkan pelunasan pembayaran, dan uang itu digunakan untuk membayar cicilan bulanan.
"Karena biasanya pesanan itu bayarnya pakai DP (uang muka), modal saya sebelumnya tak cukup menyelesaikan permintaan berikutnya untuk membeli material dulu dan membayar tenaga kerja. Sekarang masalah modal teratasi," ucapnya.