Mohon tunggu...
Jon Roi Tua Purba
Jon Roi Tua Purba Mohon Tunggu... Penulis/Pekerja Sosial -

Menjadikan Hidup Lebih Berarti

Selanjutnya

Tutup

Bola

Pulihkan Sepakbola Indonesia!

10 Februari 2016   09:59 Diperbarui: 10 Februari 2016   10:07 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbagai turnamen sepakbola telah, sedang, dan akan diselenggarakan di negeri Indonesia. Pasca pembekuan PSSI oleh Kemnpora dan Sanksi oleh FIFA di tahun 2015 lalu, praktis sepakbola Indonesia tidak bisa melaksanakan kompetisi rutin (Liga Indonesia). Turnamen-pun menjadi pilihan untuk bisa tetap adanya kegiatan cabang sepakbola di tanah air.

Sepanjang penyelenggaraan turnamen memang sangat jelas terlihat euforia para pecinta sepakbola di tanah air cukup tinggi. Hausnya menyaksikan laga-laga antar klub dan timnas di Indonesia, menjadikan turnamen yang diselenggarakan berbagai pihak menjadi pelepas dahaga akan hadirnya sebuah kompetisi yang real.

Namun, melihat dan mengamati turnamen-turnamen yang telah diselenggarakan klub yang berpartisipasi hanyalah klub papan atas dan itu-itu saja. Padahal pemerintah melalui Kemenpora menyatakan adanya dorongan untuk penyelenggaraan turnamen adalah untuk tetap menjaga pembinaan dalam sepakbola tanah air. Artinya jika hanya klub yang sebelumnya berkompetisi di ISL saja yang tampil, maka sistem pembinaan karena pembekuan PSSI dan sanksi dari FIFA tidak akan berjalan.

Menurut hemat penulis dalam era transisi yang ada pada persepakbolaan Indonesia, sistem pembinaan berjenjang harus tetap dilaksnakan. Jangan sampai terputus hanya karena tak ada kompetisi. Apalagi hadirnya turnamen tujuanya adalah untuk tetap melaksanakan sebuah kompetisi antar klub untuk mempersiapkan kompetisi yang sesungguhnya.

Seperti kita ketahui para pemain melalui APPI (Asosiasi Pemain Profesional Indonesia) menyuarakan menolak turnamen dan akan mogok pada penyelenggaraan turnamen. Suara ini muncul kemudian karena minimnya pemain yang terlibat dalam sebuah turnamen. Ini tentu saja menjadi kritik pada pemerintah yang awalnya berkomitmen untuk tetap menjaga aktivitas pembinaan sepakbola di tanah air akibat dirundung masalah pada induk organisasi sepakbola kita. Dalam hal ini penulis tidak menyinggung konflik yang ada di PSSI terhadap pemerintah/kemenpora lebih dalam.

Terlepas dari semuanya itu, jika kita menggap bahwa sepakbola di Indonesia akan lebih baik, maka pembinaan yang berjenjang mulai dari usia muda harus dijalankan dengan baik. Tentu saja secara otomatis, kompetisi juga akan diselenggarakan sesuai dengan jenjang usia yang ada. Sehingga dengan demikian, maka pembinaan akan berjalan dengan sempurna.

Pembekuan PSSI dan sanksi dari FIFA, semestinya dijadikan pelajaran untuk memperbaiki persepakbolaan kita. Artinya situasi yang kacau seperti sekarang ini perlu segera diakhiri untuk kembali menghidupkan gairah sepakbola Indonesia.

Para pemain yang sudah kehilangan pekerjaan dan nafkah dari sepakbola harus ditangani dengan menghidupkan kembali kompetisi, tentu dengan landasan yang lebih baik. Jauh dari permainan pengaturan skor dan sistem kompetisi yang lebih bersih dan profesional.

Semua pemangku kebijakan baiklah adanya untuk melihat pandangan jauh kedepan. Dengan tidak mengabaikan sanksi FIFA, sesungghnya pembinaan sepakbola di dalam negeri seharusnya bisa ditata lebih baik sampai nanti kondisi benar-benar pulih. Dalam situasi ini butuh langkah bijak dari Kemenpora untuk menghidupkan kembali denyut nadi sepakbola Indonesia mulai dari level yang terendah.

Program yang sudah dicanangkan Kemenpora seperti “satu desa satu lapangan” adalah sebuah program patut di apresiasi. Namun, perlu kerja nyata dalam pembangunan olahraga, secara khusus sepakbola di negeri ini. Sebelum Indonesia pulih dari situasi sulit ini, tentunya turnamen pada segala level juga harus disediakan. Sehingga para pemain-pemain yang ada tidak hanya sebagai penonton pada turnamen-turnamen yang ada.

Kemenpora harus peka mendengar suara pemain, jangan sampai para pemain berbakat di negeri ini pergi keluar. Seperti diketahui saat ini para pemain dan pelatih sudah ada yang hengkang dari tanah air guna mencari penghidupan melalui permainan sikulit bundar. Sebut saja pelatih anyar Rahmad Dharmawan yang hengkang ke Malaysia. Pemain seperti Titus Bonai, Patrick Wanggai, dan Oktovianus Maniani yang bergeser ke Timor Leste.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun