Mohon tunggu...
Fergusoo
Fergusoo Mohon Tunggu... Wiraswasta

Spe Salvi Facti Sumus

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Urung Mudik #JanganMudikDulu

21 Mei 2020   21:16 Diperbarui: 21 Mei 2020   21:13 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagu-lagu yang bertemakan Lebaran sudah semakin sering diputar dan kita dengarkan. Tetangga disamping rumahku malah  hampir tiap hari memutarnya. Walau kadang  setelan suara treble dan bass nya kurang harmonis, namun tetap saja dimainkannya setiap hari. Kalau bukan pagi jam 7, siang jam 3 atau malam selepas sholat tarawih. Sudah seperti minum obat saja, tiga kali sehari.

Hah

Dibalik lagu-lagu yang bertemakan lebaran, ada frasa yang terselip tentang mudik, pulang kampung, rindu orang tua dan keluarga. Disitu kadang saya merasa sedih mendengarnya. 

Makanya saya bilang ke tetangga saya itu, kencengin om kencengin, biar satu kompleks rumah ini pada nangis semua karena gak bisa mudik. Dengan polosnya si Om malah menambah daya volume speaker yang sudah usang itu, kemudian Si Om menatap saya, saya menatap si Om, kami tatap-tatapan.

Mata kami berkaca-kaca karena sudah lama tak mudik. Rencana mudik yang diskenariokan dua tahun lalu hanya tinggal  angin lalu saja. Hidup memang kadang begitu. Manusia berencana, Tuhan yang menentukan.

Nestapa tak bisa mudik tahun ini sungguh sebuah ujian yang berat. Rutinitas mudik yang biasanya dilakukan menjelang hari raya kini harus tertunda. Walau ada segudang rasa yang telah penuh dan siap untuk ditumpahkan, semua itu harus kita tahan-tahan. Sebenarnya bukan untuk siapa-siapa. Tetapi untuk kebaikan bersama.

Kita tentu sudah sama-sama tahu penyebab utama mengapa kita tak bisa mudik. Yap, pandemi virus corona memang saat ini sedang berkeliaran dimana-mana. Banyak yang sudah terpapar dan akhirnya masuk kesinggahsana  perawatan. Ada yang berhasil sembuh dan ada juga yang tidak.

Penularan virus ini sangat cepat tanpa mengenal ruang dan waktu. Mulai dari yang dirawat hingga mereka yang merawat, satu demi satu menjadi tumbal keganasannya. Selain itu, penyakit ini belum diketahui kapan akan segera berakhir. Vaksinnya pun belum ditemukan. Jadi sembari menunggu itu semua, kita harus tetap bersabar dengan anjuran pemerintah untuk tetap dirumah saja.

Walaupun pemerintah terkesan karet dan selow dalam mengeluarkan kebijakan, semua itu adalah fakta yang  tak bisa kita bantah. Mereka (pemerintah) tentu sangat berhati-hati mengeluarkan kebijakan yang bersangkutan dengan hajat hidup orang banyak. Apalagi ini pandemi.

Tetapi, satu hal yang harusnya kita lakukan adalah mencari tahu bagaimana agar diri saya dan keluarga saya tidak terpapar virus corona. Soal anjuran, larangan atau himbauan pemerintah yang selalu berubah-ubah, mari menyikapi itu secara arif dan bijaksana. Bahwa dengan menjaga diri sendiri, itulah cara teraman agar bisa terbebas dari serangan virus corona. Salah satunya adalah dengan memutuskan  untuk tidak mudik.

Urung mudik yang saat ini banyak dipopulerkan oleh orang-orang merupakan sebuah ajakan sosial agar semua menahan diri agar tidak mudik. Tak terkecuali dengan tagarnya. Pegiat media sosial, influencer, tokoh dan para artis mengajak semua orang agar tidak keluar daerah sampai semua ini bisa dikendalikan dengan sepenuhnya oleh pemerintah.

Titik masalahnya adalah terletak pada sebagaian orang yang sudah curi start mudik duluan. Kita tentu masih ingat ketika Jakarta memberlakukan Work From Home;  sekolah, kantor, pusat perbelanjaan hingga Pasar secara berangsur-angsur ditutup. Akibatnya secara perlahan-lahan daerah Jakarta dan sekitarnya mulai ditinggalkan oleh para perantau.

Hal ini dibuktikan berdasarkan data temuan dari Facebook Geoinsight. Pada data tersebut memperlihatkan bahwa pada tanggal 1 Januari hingga 29 Maret ada 34,9 juta orang berada di Jabodetabek. Kemudian pada tanggal 3 Mei, jumlah itu berkurang menjadi 33,2 juta orang. Artinya ada sekitar 1,7 juta orang yang sudah meninggalkan kawasan Jabodetabek. 

Akibatnya, jumlah kasus terjadinya penyebaran virus corona diluar Jabodetabek dan Luar Pulau Jawa juga semakin meningkat.

Data dan fakta diatas adalah dua hal yang saling berkaitan. Darinya bisa kita simpulkan bahwa semakin pesat lalu lintas  pergerakan seseorang dari satu daerah ke  daerah lain, maka sebaran virus corona juga akan semakin bertambah. Kita tentu tak mau itu terjadi. Apalagi jika virus corona sudah masuk ke kampung kita.

Alternatif lain karena tak bisa mudik bisa dilakukan dengan mudik virtual. Ini adalah satu cara baru untuk mengakomodir segala gundah gulana karena tak bisa pulang kampung.  Jika kampung halaman kamu tersedia jaringan internet yang memadai, maka mudik virtual  patut kamu coba. Bertemu mereka melalui teleconference tentunya bisa sedikit mengatasi rindu yang sudah berat itu. Tetapi jika dikampungmu belum tersedia jaringan internet, cukup dengan menelpon sanak keluarga disana. Dan jangan lupa, walaupun kamu tidak mudik, THR mu harus  tetap mudik yah.  Heheh

Oleh karena itu, urung mudik sesungguhnya adalah salah satu cara mulia dan terhormat untuk menjaga kesehatan bersama. Bukan hanya keluarga kita tetapi juga seluruh masyarakat kampung yang memang sudah dari dulu sering hidup dalam kesepian.  Tunggulah sampai waktunya akan tiba. Jika semua taat dan disiplin untuk tidak mudik, menjaga jarak, kemana-mana menggunakan masker, mencuci tangan dan perilaku higien lainnya, niscaya kita akan menang dan keluar dari situasi pandemi yang berat ini.  

Salam

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun