"Susan. Susan. Susan, kalo gede mau jadi apa?"
"aku kepengen pinter, biar jadi Pustakawan."
Waduh, kok nggak nyambung ya. Selain rima yang tidak cocok, profesi pustakawan rasanya memang terdengar kurang cucok. Bagaimana tidak, stereotip negatif yang terus nempel di badannya bak cicak hinggap di dinding membuat profesi ini kurang populer menjadi cita-cita. Yah bagaimanapun juga, meskipun saat ini terjadi pergeseran cita-cita generasi alpha Indonesia dari menjadi dokter berubah menjadi Youtuber dan Influencer, tidak mengubah kenyataan jika pustakawan bukanlah profesi idaman. Perkembangan internet yang kian santer justru membuat perpustakaan dan pustakawan semakin minder.
Berbagai jalan telah ditempuh untuk mengimbangi ketertinggalan perpustakaan dengan internet. Mulai dari upaya menggunakan internet dalam pengelolaan dan pelayanan perpustakaan, hingga penyediaan internet gratisan untuk menarik pengunjung datang ke perpustakaan. Berdasarkan semua upaya yang telah dilakukan tersebut, terdapat satu aspek yang alpha diperhatikan yaitu pustakawan. Selama pemanfaatan internet hanya terfokus pada pengembangan perpustakaan tetapi melupakan sumber daya manusia yang memiliki kuasa terhadap perpustakaan itu sendiri yaitu pustakawan, maka hanya akan menimbulkan sedikit perubahan. Meskipun internet telah dimanfaatkan perpustakaan dalam berbagai aspek, akan tetapi pustakawan tetap menjadi profesi yang kian ditinggalkan. Lantas, apa yang harus dilakukan?
Semestinya kita berkaca pada para generasi alpha yang menjadi masa depan bangsa kita. Maka timbulah pertanyaan ini dalam diri saya:
Apa yang disukai generasi alpha?
Apa pentingnya pustakawan bagi masyarakat Indonesia?
Kemudian, setelah dua bulan bertapa di antara buku-buku tua, saya menemukan jawabannya.
Tidakkah para generasi alpha itu menyukai Youtuber dan Influencer? Tidakkah mereka memiliki preferensi untuk belajar melalui internet daripada buku? Tidakkah mereka memiliki attention span yang pendek dan lebih menyukai hal yang audio visual? Lantas, mengapa tak digabungkan saja kedua hal tersebut menjadi:
Well, bukan berarti nanti pustakawan membuat video tutorial daily make up atau endorsement ya. Tetapi, tidak bisakah kini perpustakaan membuat konten Youtube juga yang dapat menampilkan sosok seorang pustakawan? Seperti salah satu channel Youtube para dokter muda yang memberikan informasi seputar kesehatan. Pustakawan apakah bisa? Tentu, mengapa tidak?