Mohon tunggu...
soleman montori
soleman montori Mohon Tunggu... -

Soleman Montori

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Save KPK, Tegakan Penegak Hukumnya

26 Januari 2015   17:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:21 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: SOLEMAN MONTORI

Kehadiran KPK pada tahun 2003 bagai cahaya lilin di tengah kegelapan. Pembentukannyatidak dirancang dengan pemikiran sesaat. Bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan. Sejarah korupsi yang lama dan panjang, berurat akar kuat, menjadi “budaya” dan nampaknya sulit diberantas, namun dengan adanya KPK ternyata bisa ditanggulangi, diatasi dan diberantas.

Kiprah KPK selalu mendapat perhatian khusus dari masyarakat. Maklum KPK adalah lembaga zero tolerance terhadap ketidakbenaran (korupsi). Wajar jika masyarakat mendukungnya. Tapi hendaknya pembelaan dan dukungan tidak diberikan secara buta.

Sebagai bagian dari elemen masyarakat, saya melihat sangat keliru jika Presiden Joko Widodo dihujat dan didesak untuk menegakan hukum dengan cara melawan hukum. Hukum harus di atas masyarakat, bukan masyarakat berada di atas hukum.

Proses hukum yang memicu pertentangan sengit antara KPK dan Polri mendorong Abraham Samad pada tanggal 23 Januari 2015 menelpon Moeldoko selaku Panglima TNI untuk minta bantuan pengamanan di gedung KPK dan untuk mencegah penggeledahan yang dilakukan Bareskrim Polri terkait kasus Bambang Wijodjanto. Namun menurut Polri tidak ada penggeledahan di gedung KPK. Pengamanan tambahan selain Polri dibenarkan oleh Johan Budi Sapto Prabowo.

Apakah tidak bertentangan dengan hukum upaya Abraham Samad minta bantuan pengamanan dari unsur TNI? Tidak cukupkah perlindungan masyarakat yang datang dengan sukarela dan sebagiannya dihimbaunya untuk melindungi gedung KPK?

Presiden Jokowi memahami bahwa proses hukum tidak boleh diitervensi oleh siapa pun. Sambutannya di istana Merdeka pada tanggal 25 Januari 2015 patut diapresiasi. Ia meminta agar KPK dan Polri tidak diintervensi dalam bekerja dan tidak ada kriminalisasi, tetapi dibiarkan keduanya (KPK dan Polri) membuktikan bertindak benar sesuai dengan undang-undang yang berlaku. “Proses hukum harus dibuat terang benderang dan transparan. Jangan sok berlagak di atas hukum,” tegas Presiden.

KPK sebagai lembaga tidak sama dengan KPK sebagai personil. KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi patut dilindungi, dijaga bersama dan dipertahankan. Namun, KPK sebagai personil patut dikoreksi dan dikritisi bersama jika salah menerapkan hukum. KPK sebagai personil bukan malaikat, tapi manusia biasa yang tidak sempurna. Kasus mantan ketua KPK, Antasari Azhar, yang berakhir di penjara; kasus Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Irianto yang diselesaikan dengan deponeering; kasus Bambang Widjojanto yang sedang berproses dan terbaru laporan masyarakat tentang Adnan Pandu Praja, adalah sejumlah contohnya.

Tidak ada seorang manusia pun yang benar seratus persen. Manusia hanya benar pada beberapa sisi kehidupan, namun pada sisi kehidupan lainnya sangat terbatas dan penuh kekurangan. Demikian pula dengan KPK. Mungkin personil KPK tidak mudah digoda dan tergoda suap, namun di sisi kehidupan lainnya begitu mudah tergoda wanita atau politik misalnya.

Kita bisa bercermin pada kisah sepasang kekasih memesan makan siang di restoran cepat saji. Lima belas menit setelah keduanya meninggalkan restoran, manajer restoran baru sadar bahwa kotak yang diserahkan pada sepasang kekasih itu bukan makanan, tapi kotak yang berisi uang Rp 10 juta yang akan ditabung di bank.

Satu jam kemudian, sang manajer dikejutkan oleh kedatangan sepasang kekasih yang membuatnya panik itu. “Kami terkejut saat membuka kotak, di dalamnya bukan makanan, tapi uang. Kami sangat takut dan cepat-cepat datang ke sini, ” kata sepasang kekasih itu.

Sang manajer sangat lega. Ia berterima kasih kepada sepasang kekasih itu. “Bangsa kita sangat butuh orang jujur seperti kalian. Sebagai wujud ungkapan rasa terima kasih, saya akan mengundang wartawan untuk memotret kalian dan akan dibuatkan berita untuk edisi besok hari,” kata manajer.

Tapi sepasang kekasih itu menolaknya. Mereka tidak mau difoto dan tidak mau beritanya dimuat di koran. “Saya pikir itu bukan ide yang bagus. Bila istri saya melihat saya dengan wanita lain, rumah tangga dan karir saya akan hancur,” kata sang pria.

Kisah ini mengilustrasikan bahwa orang yang baik sekali pun memiliki kecenderungan melalukan kesalahan. Begitu pun sebaliknya, orang yang buruk bisa menunjukkan kebaikan. Awan putih bisa berubah hitam dan membahayakan. ***

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun