Doa Nabi Ibrahim untuk Ayahnya: Dilema antara Kasih dan Prinsip Tauhid
Penulis: Sofri Nazri Nazrudin
Mahasantri Ma'had Aly Darul Ulum
Telah kita ketahui bersama bahwasanya meminta ampunan bagi orang-orang musyrik adalah sesuatu hal yang terlarang, meskipun mereka adalah kerabat dekat yang kita cintai. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. At-Taubah [9]: 113
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ يَّسْتَغْفِرُوْا لِلْمُشْرِكِيْنَ وَلَوْ كَانُوْٓا اُولِيْ قُرْبٰى مِنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُمْ اَصْحٰبُ الْجَحِيْمِ (١١٣)
"Tidak ada hak bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik sekalipun mereka ini kerabat(-nya), setelah jelas baginya bahwa sesungguhnya mereka adalah penghuni (neraka) Jahim." (QS. At-Taubah [9]: 113)
Ayat ini menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW dan orang-orang beriman dilarang memintakan ampunan kepada Allah SWT bagi orang-orang musyrik, sekalipun mereka adalah keluarga atau kerabat dekat. Apalagi jika telah jelas bahwa mereka termasuk golongan penghuni neraka Jahim.
Meskipun kita memintakan ampun bagi mereka (orang-orang musyrik) Allah SWT tidak akan sekalipun mengampuni dosa-dosa mereka. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa' [4]: 48
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَرٰٓى اِثْمًا عَظِيْمًا (٤٨)
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena menyekutukan-Nya (syirik), tetapi Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Siapa pun yang mempersekutukan Allah sungguh telah berbuat dosa yang sangat besar." (QS. An-Nisa' [4]: 48)