Mohon tunggu...
Sofika Rahmadani
Sofika Rahmadani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Agroekoteknologi Universitas Brawijaya

Sebagai penulis, Sofika hobi membaca untuk mengeksplorasi referensi dan mengungkap pengetahuan baru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wilayah Ulayat Makin Menipis: Mahasiswa FP UB Teliti Pikukuh Karuhun sebagai Penentu Keberlanjutan Konsumsi Masyarakat Baduy Luar

28 September 2023   13:51 Diperbarui: 28 September 2023   14:36 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa FP UB mewawancarai salah satu petinggi Baduy Luar "jaro saija" mengenai Pikukuh Karuhun, Kamis, 13 Juli 2023 - Dok. pribadi

Lima mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Mohamad Maulidan, Ayuni Kusumawati, Nur Aisyah Aminy, Rosita Nadha Febriany, dan Sofika Rahmadani meneliti pola sirkulasi ekonomi berdasarkan Pikukuh Karuhun terhadap keberlanjutan konsumsi masyarakat Baduy Luar. Kegiatan penelitian tersebut direalisasikan pada Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) yang diselenggarakan oleh Kemenristekdikti dibawah bimbingan Ibu Hafida Ruminar, S.Pd., M.Pd.

"Peningkatan penduduk Baduy diikuti dengan penurunan lahan pertanian menjadikan kami tertarik untuk mengkaji mengenai Pikukuh Karuhun sebagai kearifan lokal Baduy serta implikasinya terhadap keberlanjutan konsumsi mereka," ucap Mohamad Maulidan selaku Ketua Tim.

Keanekaragaman suku dan budaya lokal memiliki keunikan yang memengaruhi gaya hidup masyarakat adat di seluruh wilayah yang tersebar di Indonesia. Pikukuh Karuhun menjadi sebuah kearifan lokal masyarakat Baduy yang mengatur segala hal tentang kehidupan mereka. Pikukuh Karuhun memuat tentang perintah menjaga alam dan menentang adanya pembukaan lahan pertanian. Di sisi lain, terjadi peningkatan jumlah penduduk Baduy yang mengharuskan pemekaran desa baru dan pembangunan rumah-rumah. 

Perda Bupati Lebak tahun 2001 No. 32 menjelaskan bahwa wilayah hak ulayat suku Baduy seluas 5.100 Ha di mana 3.000 Ha lainnya merupakan hutan lindung dan hutan larangan yang tidak boleh dipergunakan untuk budidaya pertanian. Sukandar dan Mudjajanto (2009) menjelaskan bahwa sebagaian besar masyarakat Baduy bekerja sebagai petani dengan sebaran 98,6% untuk suami dan 90,7% untuk istri. Namun, peningkatan jumlah penduduk membuat tergusurnya lahan pertanian menjadi pemukiman masyarakat Baduy.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui pola sirkulasi ekonomi masyarakat Baduy Luar terbagi menjadi tiga sektor ekonomi, di antaranya adalah pertanian, perdagangan, dan pariwisata.

"Kegiatan berladang (ngahuma) merupakan salah satu bagian dalam Pikukuh yang wajib dilakukan dengan menanam berbagai tanaman pangan utamanya padi huma. Masyarakat Baduy juga berdagang, dimana barang-barang yang dijual merupakan hasil kerajinan tangan yaitu kain tenun, tas koja, madu dan cenderamata. Selain itu, Baduy dari dahulu sudah memiliki banyak pengunjung untuk berwisata atau kami menyebutnya Saba Budaya Baduy maka ini dijadikan peluang oleh kami dengan mendampingi para wisatawan yang ingin berkunjung." ungkap Jaro, Saija.

Riset ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah dan stakeholder terkait agar mengembangkan budaya Pikukuh yang disesuaikan dengan perkembangan zaman serta perluasan wilayah hak ulayat Baduy untuk melakukan budidaya pertaniannya. Riset ini juga dapat dijadikan sebagai acuan bagi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia untuk melestarikan kebudayaan suku Baduy.

Penulis: Sofika Rahmadani

Tanggal: 28/9/23

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun