Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Diary

Cerita Bandung Memang Beda dengan BSD-Tangerang: Kampungku Sekarang

27 November 2021   17:39 Diperbarui: 2 Desember 2021   22:10 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Oleh : Soetiyastoko
Dulu aku tertawa ngakak, saat mendengar ucapan seorang warga senior. Tepatnya seorang sesepuh  yang gemar bercerita padaku, bahwa cucu-cucunya lebih suka naik mobilnya yang tinggi dan berisik. 

Khas mesin diesel dengan roda yang besar-besar. Modifikasi. Dari pada naik mobil orangtua mereka yang "senyap-sejuk" , rendah dan mengkilap.

"Masak, sih, pakde" , kataku. Setiap senin sekitar jam 10 pagi, aku biasa menemuinya.
Khusus kepada-ku, beliau tidak mau kupanggil dengan predikat profesinya.

Pasien, semua telah selesai diperiksanya. Dalam resep-resep yang ditulisnya, biasa ada obat yang kupromosikan. Paling tidak, B Complex.

Pensiunan tentara itu masih tegap dan gagah. Dia bilang usianya saat itu jelang tujuh tahun, masih kelas 1 SR, katanya.

Beliau senang berkelakar denganku. Dia bilang aku mirip sahabatnya. Pahlawan yang kurang beruntung. Kusni Kasdut, namanya. Kucel-kucelnya sama dan brintik, persis rambutku. Itu katanya, seraya terpingkal-pingkal, lalu meraih pundakku.

Rekannya itu ahli mencuri peluru dan senjata dari gudangnya penjajah. Tanpa dia, darimana pensiunan berpangkat itu, bisa menembak musuh.

Sayangnya, beberapa saat setelah merdeka, dia melepaskan diri dari ketentaraan. Dia punya usaha sendiri.

Entah bagaimana ceritanya. Terakhir, pakde kolonel ini tidak tahu. Kawan karibnya itu ditangkap, dibui. Dituduh merampok. Begitu celotehnya. Sambil mengusap tetes di sudut matanya.

Itu cerita sudah berulang kali kudengar darinya. Dan aku selalu bersikap, seolah-olah belum pernah mendengar darinya. Sebuah teknik salesmanship, yang kuterapkan untuk memikat customer.
Beliau tampaknya selalu lupa bahwa hal itu, sudah diceritakannya.

Suatu ketika, sama dengan waktu biasanya kami berjumpa. Hari senin, jelang siang. Beliau bilang, "Aku, nggak yakin, ... apakah Kusni Kasdut yang dibui itu, ... benar konco-ku atau bukan. Karena nama Kusni itu, nama pasaran di kampungku. Sedangkan "kasdut" adalah kata "olok-olok" yang biasa dilekatkan. Sekaligus sebutan akrab untuk membedakan dengan nama "Kusni" yang lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun