Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jangan Telanjang Depan Saya!

4 April 2010   05:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:00 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_110033" align="alignleft" width="286" caption="Kritik juga bisa karena alasan cari muka, memuji jelas lebih sering karena alasan cari muka"][/caption] Tanpa syahdan. Satu hari seorang darwisy bertemu dengan seorang kaisar bengis untuk berbicara tentang kelebihannya sebagai seorang kaisar. Beberapa intelektual (tidak saya pakai cendekiawan karena mirip: cendawan), juga datang untuk memberikan pandangannya. Tetapi mereka yang mengkritik dilempar dalam kuali air panas mendidih karena dipandang tidak tahu menghargai pekerjaannya. Kemudian beberapa yang lain, memilih dengan memuji saja semua prestasi kaisar ini. Hadiahnya sedikit lebih baik, karena tidak perlu merasakan kuali panas, tetapi tiang gantungan. Begitu darwisy ini mendapat giliran untuk maju ke depan, dengan tenang ia berujar: "Baginda adalah seorang kaisar yang layak dikagumi. Anda setingkat dengan Namrudz, setara dengan Fir'aun." Melihat sanjungan ini, entah karena merasa itu sebuah bentuk penghargaan, apalagi nama-nama yang disebut itu adalah raja tersohor pada jamannya, darwisy ini dibebaskan dan bahkan mendapat hadiah berupa emas dan berlian sebagai ungkapan kegembiraan kaisar ini.

***

Mungkin, kaisar itu adalah diri kita sendiri. Kaisar yang tidak bisa melihat, orang-orang yang disandingkan dengannya itu adalah tokoh-tokoh yang bahkan dikutuk dalam kitab suci karena kezalimannya. Pikiran kerdil ini hanya berselera melihat kebesaran, namun malas untuk melihat bahwa Namrudz, Fir'aun merupakan raja kerdil yang saking kerdilnya tidak mampu melihat kebenaran. Sehingga, yang kerdil juga terlihat besar. Secara tidak sadar, perasaan diri sebagai sosok besar di dalam diri membuat diri yang dungu ini luput melihat sesuatu dengan benar seperti seharusnya hal itu dilihat, namun lebih tertarik menatap penuh kagum hanya dari posisi yang diinginkan oleh lubuk rendah di dalam diri. Ah, kenapa juga masih memuja mereka yang mengenakan seragam kaisar? Puji Tuhan, hari ini diriku berhasil mengatakan diri ini sebagai kaisar dungu. Keterpakuan pada besarnya pakaian yang dipakai  oleh tubuh kurus ini, sampai lupa melihat jujur jika tubuh ini terlalu kurus. Kedunguan itu adalah melihat pakaian 'kebesaran' sebagai pakaian kebesaran. Sumber Gambar: Di sini Also Published in: Catatan Qing Zul

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun