Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Eneng dan Wartina, Potret Masyarakat Kecil Mengejar Harapan Besar

8 Februari 2019   19:32 Diperbarui: 8 Februari 2019   19:49 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penerima bantuan PKH yang kini sukses dengan bisnis cilok di Jawa Barat - Foto: PengusahaDahsyat.com

Masyarakat kecil mungkin banyak yang memilih untuk tidak bermimpi besar. Tidak boleh muluk-muluk, begitulah banyak alasan mereka. Alasan-alasan yang mudah Anda dengar jika sempat ke pemukiman kumuh atau ke desa-desa terpencil dan tertinggal. 

Alasan itu juga sehingga akhirnya banyak masyarakat yang dilabeli sebagai masyarakat kecil hanya terkungkung dalam pola pikir hingga kebiasaan yang membuat mereka tertahan di posisi yang mereka alami dari kecil. 

Itu juga maka kenapa banyak yang terlahir di keluarga miskin, akhirnya hanya menjadi pewaris kemiskinan itu sendiri. Jika yang sejahtera mewariskan harta, yang miskin mewariskan kemiskinan. Jadilah kemiskinan menjadi warisan bagi sebagian orang, yang justru mereka rawat.

"Apa? Merawat kemiskinan?" 

Ya, jika ada yang kaget dengan ini, bisa jadi belum pernah hidup miskin, atau bisa jadi juga belum pernah berteman dengan orang miskin. Namun bagi yang pernah mengalami hidup miskin, apalagi jika terlahir di keluarga miskin, akan melihat fakta itu. 

Sebab di tengah fakta itu juga akan terlihat bagaimana sebagian keluarga memilih tidak menyekolahkan anak-anaknya karena dalih sederhana, bahwa pendidikan itu dunianya orang-orang kaya. Atau, bermimpi besar itu cuma pantas untuk mereka yang terlahir di keluarga yang memiliki harta dan bisa meninggalkan warisan besar. Jadilah mereka memilih menghindar untuk mengejar pendidikan atau bermimpi besar. 

Jika masyarakat miskin masih menjadi sesuatu yang asing bagi Anda, bisa juga Anda baca-baca banyak buku sastra yang diolah dari realita. Di sana setidaknya Anda masih bisa menemukan bagaimana orang-orang miskin berpikir, bermimpi, hingga menghabiskan waktu sehari-hari. Mereka memilih membatasi mimpi, membatasi harapan, dan banyak yang memilih memanfaatkan waktu sehari-hari sekadar "membunuh waktu."

Semestinya itu cukup terjadi di masa lalu. Tidak perlu lagi terjadi hari ini. Sebab, hampir tidak ada sekat lagi untuk bisa mendapatkan pengetahuan baru atau bahkan informasi baru. Dari sana, mereka yang pernah tenggelam dalam kemiskinan pun, ibaratnya, masih bisa bersemangat untuk "berenang" supaya tidak semakin tenggelam.

Ya, lantaran hari ini cerita tentang orang-orang miskin yang bisa bangkit dari kemiskinannya pun bukan lagi hanya dongeng yang diceritakan menjelang tidur. Banyak cerita, berita, dan fakta, yang memperlihatkan keberhasilan, hingga mereka yang pernah tenggelam dalam kemiskinan pun bisa menaklukkan tantangan. Mereka bisa menepi dari arus mematikan bernama kemiskinan tersebut. 

Terlebih, Pemerintah pun semakin menunjukkan perhatian terhadap masyarakat miskin. Tidak sekadar memberikan uang, tapi juga sampai bagaimana memanfaatkan bantuan uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun