Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Penghargaan Terbaik untuk Para Sahabat Terbaik

22 Oktober 2017   15:31 Diperbarui: 22 Oktober 2017   20:26 2240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Penghargaan bukan tujuan, terpenting adalah berusaha memberikan apa yang paling berharga dari apa yang kita bisa."

Kira-kira itulah selama ini yang menjadi mantera bagi saya. Terlepas saban hari menulis untuk media di mana saya bekerja, semaksimal mungkin berusaha tetap dapat menulis dan berbagi di Kompasiana. Di luar dugaan saya, tepat saat kalender menunjuk tanggal 21 Oktober 2017, Kompasiana memberikan penghargaan yang tak pernah saya bayangkan, yakni Kompasianer of the Year 2017.

Jujur, itu betul-betul di luar bayangan. Sebab saya harus mengakui di jagat Kompasiana ini, ada ribuan intelek, ribuan akademisi, ribuan orang kaya pengalaman. Soal masih banyak yang lebih baik, saya pun mengakui ada lebih banyak yang lebih baik daripada saya. Lalu kenapa Kompasiana menilai saya pantas meraih itu? 

"Anda layak mendapatkan itu!" bisik Iskandar Zulkarnaen, Chief Operating Officer Kompasiana, setelah penghargaan itu diberikan kepada saya oleh salah satu otak di balik melesatnya media ini, Nurulloh. Iskandar, Bapak empat anak ini memang menjadi salah satu saksi sejak awal saya bergabung di Kompasiana ini, saya meninggalkan daerah asal (Aceh), hingga berusaha meniti karier di Jakarta. Ia juga ternyata melihat jika naik turun perjalanan karier saya di ibu kota ini, tak membuat kecintaan saya berbagi di Kompasiana menurun.

Foto: Rahab Ganendra
Foto: Rahab Ganendra
Maka itu saat naik ke panggung, Nurulloh meminta saya memberikan sepatah dua patah kata setelah meraih itu, kata-kata saya agak terbata-bata. Ada keharuan memuncak, sebab dedikasi kecil yang saya coba pertahankan dengan berbagi di sini ternyata menjadi perhatian tersendiri dari mereka di dapur Kompasiana.

Sejujurnya, saya tak merasa lebih baik dari yang lain karena meraih penghargaan ini. Yang terasakan justru sebuah dorongan bahwa saya harus lebih baik lagi dalam memberikan sesuatu untuk para pembaca yang datang dari mana-mana. Ini memang penghargaan terbaik dari Kompasiana, tapi saya hanya mengatakan kepada diri sendiri, "Jangan pernah merasa diri sebagai yang terbaik, sebab dengan inilah Anda dapat melihat banyak kebaikan pada banyak orang, hingga Anda belajar dari mereka untuk lebih baik dan lebih baik."

Ya, saat saya sedang menyampaikan pidato di panggung Venue of the Star di Lippo Mal Kemang, di dalam batin saya sedang menceramahi diri sendiri. Sebab ada kekhawatiran yang sempat menyeruak di dalam batin saya, khawatir jika penghargaan ini membuat saya terlalu cepat puas, khawatir terlalu dini merasa telah menjadi yang terbaik, dan khawatir saya merasa di atas teman-teman lainnya. Christine Mariska, istri saya, menjadi salah satu penyemangat penting, selain juga Shadia Humaira Akbar, putri saya yang memang turut saya ajak naik ke panggung; karena si kecil inilah yang tiap ayahnya pulang selalu menyambut dengan tawa renyahnya telah memberikan banyak tenaga. Meskipun lelah, senyumnya selalu mampu membuat ayahnya tetap kuat untuk berpikir, berbagi, dan berusaha memberikan yang terbaik.

Dok: Thamrin Dahlan
Dok: Thamrin Dahlan
Maka itu, ketika Piala Kompasianer of the Year berada di tangan saya, terlintas begitu banyak teman-teman baik yang tak lepas dari perjalanan saya ber-Kompasiana; Pepih Nugraha yang acap memberikan ide-ide tiap bersua saya di pojok-pojok Palmerah, Wisnu Nugroho yang jarang bersua namun mengilhami saya sejak kali pertama mengenalnya, Edi Sembiring yang kerap menjadi referensi saya dalam berpikir, Ouda Saijasalah satu dosen di Yogyakarta yang juga salah satu sahabat terbaik, Herman Hasyimyang kerap menjadi teman debat dan diskusi namun hebat dalam dialektika, Aqil "Kong Ragile" Batati (sosok yang humblenamun punya pola pikir luar biasa), juga Babeh Helmi yang hebat dalam membangun jaringan lewat pertemanan.

Juga ada lagi Hazmi Srondolyang juga menjadi teman berbagi ide yang hebat meski belakangan agak "terpisahkan" oleh garis politik masing-masing, Rahab Ganendra yang sering saya curi ilmunya tentang melakukan sesuatu dengan telaten, R. Gaper Fadli yang humoris tapi mengajarkan tentang menjadi penulis yang teliti meski ia tak pernah menggurui, Wardah Fajri dan Satto Raji sebagai pasangan yang dapat menjadi teman diskusi yang hebat, Yayat sebagai Kompasianer of the Year 2016 yang bertubuh mungil namun bersemangat besar sekaligus mengajarkan saya seperti apa itu dedikasi.

Tak ketinggalan dari Jerman, ada Gaganawati Stegmann, yang selama ini turut memberikan dukungan dan suntikan semangatnya. Ia perempuan hebat yang bertarung hingga pentas internasional, hingga memberi saya banyak inspirasi; the most important is an effort to give the best. Ini pesan yang saya dapat dari kiprahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun