Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ngompasiana dan "Habits" Bernama Menulis

20 Oktober 2017   03:37 Diperbarui: 20 Oktober 2017   19:02 2244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengobrolkan kepenulisan, Kompasiana, hingga sekian rencana - Foto: Zulfikar Akbar

Hujan masih turun dengan deras. Seorang teman mengajak bersua di salah satu sudut Jakarta. Mustafa Ismail, namanya. Ia sudah puluhan tahun berkarier di dunia media.

Usia beliau memang jauh di atas saya. Pengalamannya, tentu lebih jauh lagi. Jauh, tapi ia dekat dengan satu sikap; rendah hati.

Teman seperti ini yang bikin saya tak terlalu memusingkan hujan dan macetnya kota ini. Saya pun bergegas menyelesaikan pekerjaan, dan bakda Isya meninggalkan kantor mendekat ke kantornya, di Tempo. Cuma, saya dengannya memilih satu warung di pojok Palmerah.

Setiba di sana, beberapa teman baru pun ternyata sudah menunggu. Ada Pilo, Tika, dengan Andri, yang ternyata juga sudah sangat familiar dengan Kompasiana. 

Obrolan kami memang banyak berkutat seputar media. Selain membincangkan media masing-masing, Kompasiana menjadi pembicaraan yang juga tak terpisahkan.

Kenapa saya membicarakan Kompasiana di "sarangnya" wartawan Tempo. Bukankah yang satu di grup media lainnya, dan satunya lagi di grup media berbeda. Ah itu urusan perusahaan, sedangkan saya dengan mereka lebih berbicara selayaknya teman.

Jadi mengalirlah cerita demi cerita, termasuk cerita mereka yang--sejujurnya mengagetkan saya juga--keempat teman tersebut memiliki akun di Kompasiana.

Mereka berterus terang jarang aktif setelah membuat akun, karena berbagai alasan; kurang ide, sulit menjaga konsistensi, belum mampu menjadikan menulis sebagai kebiasaan, dlsb. Sejenak, jadilah saya sebagai "Duta Kompasiana" tak resmi--karena memang tak pernah ditunjuk melakukan ini.

Kebetulan tiga di antara mereka lebih muda, jadi Bang Mus--sapaan saya untuk Mustafa Ismail--justru lebih banyak memanjakan saya untuk berbicara. Jadilah saya "latah" membicarakan Kompasiana.

Kenapa Kompasiana jadi terbawa ke sana? Ya, lebih kurang delapan tahun "Ngompasiana" turut membuat kepala saya seperti tak mudah lagi untuk dipisahkan dengannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun