Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Jangan Bilang Mereka Pelacur Lagi (Catatan dari Lokasi Prostitusi)

8 April 2017   08:29 Diperbarui: 8 April 2017   17:00 6697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Padahal tidak begitu juga, karena saat berhubungan itu juga terkadang pikiran kami melayang ke mana-mana, ke anak-anak yang kami tinggalkan ke kampung, sampai dengan orangtua kami yang tak ada yang merawat yang hidup karena mengandalkan kiriman kami."

Begitulah mereka bercerita.

Seperti juga diakui Gloria, lagi-lagi bukan nama asli. Dia di Sumatra Utara, tinggal di salah satu kawasan padat kota Medan. Menjalani aktivitas itu dengan bersembunyi lewat praktik pijat. 

Gloria masih bersuami. Ia juga memiliki anak. Sayangnya, suaminya hanya seorang pengangguran yang diterima olehnya untuk menikahinya hanya karena cinta. Cinta itu yang membuatnya merasa tak perlu memikirkan, suaminya mampu atau tidak menghidupinya, mampu bertanggung jawab atau tidak. Baginya, mengikuti perasaan cinta itu sudah menjadi kebahagiaan tersendiri.

Ia jatuh ke dunia prostitusi pun karena cinta. "Kau jual sajalah itu yang kaupunya. Toh akupun tidak memakainya setiap menit," kata sang suami, sebagai perintah untuk istrinya menjual sesuatu yang juga telah melahirkan dua anak mereka.

Jadilah Gloria menjual itu, tanpa perlu lagi dirisaukan kecemburuan atau kemarahan suami. "Suamiku cuma marah kalau tak ada uang yang bisa kuberi kepadanya," begitulah Gloria, yang menikah di usia 17 tahun, bercerita.

Di Jakarta, adalah Alicia, gadis dari Garut  Jawa Barat, yang sehari-hari juga bekerja di salah satu swalayan di Jakarta Utara. Belum pernah menikah, tapi juga menekuni profesi prostitusi sebagai side job-nya.

Bapaknya hanya buruh tani, dan menggantungkan hidup pada kirimannya. Hasil dari bekerja di swalayan itu, terlalu kecil, karena dari sana saja dia harus membayar kontrakan transportasi, dan lain sebagainya.

Di Jakarta Utara, tak mungkin baginya menemukan kontrakan dengan harga ramah, terutama dekat tempat kerjanya. Jadilah ia menyewa di Jakarta Barat, yang masih bisa dibayar 400-an ribu per bulan. Gajinya di swalayan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, untuk kontrakan itu, makan, transportasi, dan sesekali bisa jalan-jalan.

"Jadi, untuk bapak di kampung teh, saya harus mengirim dari hasil kerja sampingan ini," kata Alicia yang terbilang terlalu cantik, dan bisa membuat pria manapun berdesir hanya dengan sorot matanya.

Ya, itu sebagian cerita mereka yang berada di sana. Menjalani keseharian dengan menyandang status terlalu berat dan bahkan terlalu hina, menurut anggapan sebagian orang. Tapi mereka memilih menjalani itu, berusaha meneruskan hidup lewat cara itu, dan menutup telinga dari berbagai vonis dari masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun