Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Jangan Bilang Mereka Pelacur Lagi (Catatan dari Lokasi Prostitusi)

8 April 2017   08:29 Diperbarui: 8 April 2017   17:00 6697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Syukurlah, meski insting itu memberontak keras, otak pun bekerja dengan lebih keras, dan nurani di sisi lain pun masih bekerja. Terjadi pergumulan, mengikuti insting saja atau menahan?

Perasaan itu juga menyeruak saat berada di tempat penuh godaan itu di Harmoni hingga Kelapa Gading, di Jakarta.

Tak berbeda ketika berada di beberapa sudut stasiun Bandung dan alun-alun kota, mereka datang dengan manja dan dengan tatapan mengajak.

Ah, tempat itu di mana saja suasananya takkan jauh berbeda. Aroma wangi yang menyeruak dari rambut dan tubuh mereka, lengkap dengan suara yang dibuat selirih mungkin, menjadi sihir yang paling sulit dilawan oleh pria terkuat sekalipun.

Di depan mereka, kekuatan fisik sebesar apa pun tak banyak membantu. Bahkan kekuatan itu dapat saja makin mendorong untuk menunjukkan keperkasaan di depan mereka, dengan "ring tinju" di ranjang-ranjang empuk, entah di kamar-kamar kecil yang ada di sana atau ke hotel-hotel yang juga tersedia tak jauh dari lokasi.

Saya sendiri tak punya tenaga untuk nelawan hal itu. Setidaknya mampu menghindar, karena hanya bertujuan untuk melihat dengan mata kepala sendiri; bagaimana realita mereka yang oleh kebanyakan orang telah ditempatkan dalam posisi sebagai manusia terendah, tanpa kehormatan, apalagi harga diri, dianggap tak ada lagi.

"Padahal, kami pun tak ingin dikatakan tidak memiliki harga diri. Sebab banyak dari kami yang memilih ke sini juga untuk mengembalikan harga diri," kata salah satu dari mereka. 

"Kami hidup dengan tangan sendiri, tidak menggantungkan diri kepada siapa pun, karena begitulah kami memahami harga diri. Walaupun demi harga diri yang bisa kami pahami, kami menjual sesuatu yang kata orang-orang sebagai sesuatu yang paling berharga. Kami menjual itu."

Jessie, salah satu di antaranya. Itu bukan nama asli, sebab takkan ada nama asli di sana karena semua harus dipalsukan.

"Bahkan untuk memuaskan ego laki-laki, kami harus mengerang-erang, mendesah-desah, itu pun pura-pura," kata Jessie.

Kenapa harus berpura-pura mendesah, karena laki-laki paling suka dibuat seolah mereka cerdas memuaskan wanita, mampu membuat wanita melayang, menurut Jessie.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun