Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Pesona Cantik dari Kota Udang

24 Mei 2018   14:22 Diperbarui: 24 Mei 2018   14:53 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Cirebon berasal dari kata "ci" dan "rebon" yang berarti "ci" itu adalah "air" sedangkan "rebon" adalah "udang kecil", patung udang yang dibuat lalu ditempatkan di Balai Kota menjadi ikon karena patung itu hanya ada di Kota tersebut. 

Cirebon adalah kota yang penuh dengan keberagaman bahasa, yaitu ada bahasa Jawa dan Sunda, percampuran itu yang menjadi pelengkap ciri khas Cirebon, keberagaman yang ada di sana menjadi sesuatu keindahan yang tak ternilai.

Sebelum menjelajahi Kota Udang Rebon ini dan sesampainya di Stasiun Cirebon, matahari telah memanasi kota, banyak becak berlalu lalang dan terlihat di ujung jalan patung kereta yang menjadi ikon Stasiun Kereta Api Cirebon. 

Jalanan di kota ini sangatlah lancar atau bisa dikatakan Kota anti macet; semua kendaraan dengan bebasnya berjalan, tertib akan lalu lintas hingga orang-orang di sana pun sangatlah ramah-ramah.

Stasiun Cirebon yang letaknya di Pusat Kota berdekatan dengan Balai Kota dan Alun-Alun. Konon katanya patung udang yang ada di Balai Kota itu hanya ada di sana, seperti pada kantor umumnya di dalam Balai Kota terdapat orang-orang yang bekerja dan sedang ada pembangunan di belakang pintu masuk utama. Arsitektur bangunannya sama seperti Balai Kota pada umumya hanya saja ada patung udang sebagai pelengkapnya.

Lanjut ke Taman Budaya Hati Tersuci yang merupakan tempat ibadah non muslim (Gereja). Tempat ini sangatlah nyaman, indah, serta sejuk. Banyak patung sejarah awal Yesus menyelamatkan umatnya di taman tersebut. Pemberian nama taman berdasarkan dari bentuk taman yang menyerupai hati. 

Tidak hanya itu saja, di sana disajikan makanan khas Cirebon yaitu Nasi Jamblang, mungkin terdengar sederhana tetapi ada yang berbeda yaitu alas dari tempat makan dan nasinya di bungkus dengan daun jati.

Penjelajahan ini belum usai, karena ada tempat yang menarik hati yaitu Keraton Kasepuhan yang memiliki fakta unik yang berada di sana salah satunya; penyambutan dari 2 Singa yang sedang duduk untuk menjaga Kerajaan Kasepuhan. Terlihat juga Masjid Agung Tirtayasa yang disebut dengan Masjid Merah di sana 7 orang yang mengumandangkan adzan secara bersamaan. 

Di dalam Keraton juga ada Museum yang menyimpan Kereta Singa Barong sebagai kendaraan Sunan Gunung Jati. Sedangkan di luar Keraton Kasepuhan banyak orang yang berjualan makanan sampai cinderamata. 

Makanan yang dijual rata-rata khas Cirebon dan di samping Keraton Kasepuhan masih banyak rumah warga di sekelilingnya. Desa Gerabah Sitiwinangun merupakan tempat yang unik karena terdapat para perajin gerabah yang sudah menjadi tradisin turun-menurun. 

Tidak hanya itu saja, seorang pemuda sebagai pengerak masyarakat tersebut untuk mengikuti pameran dan hasilnya menjadikan desa itu terkenal karena sudah mengikuti pameran 3 kali di Jakarta.

Selain itu kegiatan masyarakat setempat sangatlah tradisional karena masih ada yang mandi dan mencuci baju di kali di sekitar wilayahnya, raut wajah anak-anak di sana sangatlah senang saat mereka berenang di kali tersebut, penerangan desa tersebut juga kurang. 

Namun di antara mereka tidak ada yang mengeluh sedikit pun bahkan mereka menikmatinya. Desa ini juga sangatlah rukun dan warga saling gotong-royong kepala desanya pun sangat menghargai serta mendukung usaha Desa Gerabah ini.

Perjalanan ini tetap berlanjut dan saat ini dikenalkan dengan Desa Batik Trusmi yang masyarakatnya mayoritas pembatik. Tetapi masyarakat tersebut sangatlah ramah dan mereka membatik di salah satu rumah lalu berkumpul membatik yang menandakan jika mereka sangatlah menjalin kekeluargaan dan banyak jenis Batik yaitu salah satunya Batik Megamendung.

Adapun alasan nama khas Batik Cirebon ialah Megamendung menurut para warga mereka menilai dari motif yang seperti awan ketika ingin turun hujan, awan yang tidak teratur dan berwarna biru gelap, Batik Megamendung sudah sangatlah terkenal di seluruh Indonesia. Para warga membatik juga mendapatkan hasil yang lumayan karna warga tak hanya melayani pembeli nasional saja bahkan internasional pun ia bisa.

Tak sampai di situ saja kearifan lokal Kota Cirebon karena sekarang akan membahas salah satu daerah bernama Bondet, tempat pelelangan ikan. Jika ingin masuk dan melihat harus jalan kurang lebih 5 Km, tetapi selama perjalanan akan menemukan banyak sampah tempurung kerang menumpuk di bahu jalan.

Ketika menjelang sore tiba-tiba permukiman warga menjadi sepi, maka dari itu jika ingin pergi atau pulang setelah perahu nelayan karena akan lebih menikmati lagi suasana Bondet yang sebenarnya jauh lebih indah karena dapat melihat aktivitas warga lebih dekat lagi, agar tidak terlalu lelah di jalan, serta tidak terlalu sore di sana karena batas kunjungan sampai jam 17.00 WIB.

Di sisi lain, ada cerita mistis yang diceritakan oleh warga setempat. Ketika batas jam 17.00 WIB bahwa di daerah pesisir harus dikosongkan, sebab ada pergantian penghuni di sana bahkan ada seorang warga bercerita mengenai pengalamannya bahwa saat Maghrib sekitar pukul 18.00 WIB ia masih berada di sana untuk menuju arah pulang.

Namun sudah sebanyak 3 kali dia dibuat berputar-putar daerah itu saja tanpa menemukan jalan keluar tetapi setelahnya ia dapat keluar dari sana. Oleh karena itu, percaya atau tidak percaya terkadang kita harus menghargai kebudayaan daerah tersebut karena mereka telah menjaga dan melanjutkan tradisinya dan larangan yang telah dibuat tentu harus dipatuhi sebagaimana mestinya.

Berlanjut ke Pantai Kajawanan, di sini bisa menikmati sunrise yang sangat indah serta menawan karena di saat melihat sunrise ada juga Gunung Ciremai yang menjadi latar belakang dari pemandangan tersebut. 

Di sana disebut juga dengan Pelabuhan karena banyak kapal-kapal besar yang singgah, tempat yang sangat indah dengan segala hal yang ada, Pantai Kajawanan dilengkapi dengan suasana yang menarik, karena tak hanya itu yang bisa dinikmati sebab kalau malam hari di pinggir pantai terlihat lampu perkotaan yang menghiasi, ombak-ombak kecil menyapa sehingga kenyamanan dan ketenangan pun hadir di sini.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Mungkin ini hanya salah satu pantai dari sekian pantai yang ada di Cirebon, tetapi keindahaan dan keyayaan yang di sana sangatlah tidak kalah. Ada juga warung di bibir laut, tempat singgah para nelayan yang beristirahat di kapal masing-masing. 

Adapun para nelayan yang menyewakan perahunya untuk para wisatawan untuk menikmati keliling pantai tersebut. Menurut para nelayan asli Cirebon bahwa nyatanya untuk mendapatkan udang rebon di sana juga sangat sulit sekarang karena permintaan pasar semakin lama semakin naik sama seperti pertumbuhan manusia di Indonesia ini.

Benar kata Soekarno JASMERAH ( jangan sekali-sekali melupakan sejarah) karena hal itu tak lepas dari keindahan Cirebon, ada juga yang tak kalah indahnya yaitu Megalithicum atau zaman batu besar yang letaknya di Kuningan, Jawa Barat. 

Di mana menjelaskan zaman awal mulanya manusia purbakala berkomunikasi dan menggunakan segala batu untuk menjadi alat kebutuhan sehari-hari seperti; memasak, menyalakan api, dsb. Dilihat dari sisi lain bahwa terdapat batu-batu serta lukisan, tetapi jika balik ke belakang bagaimana susahnya berkomunikasi sesama makhluk jika bukan melalui tanda-tanda serta simbol yang ada, banyak makna di batu-batu itu.

Tak kalah indahnya ternyata pemandangan Megalithcum ini memiliki latar yang sama dengan Pantai Kajawanan yaitu Gunung Ceremai, walaupun siang di sana udaranya masih sangat sejuk. Guide sangat baik, serta ramah.

Tak terlepas dari sejarah, kini ada juga Museum Perjanjian Linggarjati, yang dahulunya tempat ini dipakai untuk menghasilkan 17 pasal antara lain;

1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia yaitu: Jawa, Sumatera, dan Madura.

2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat 1 Januari 1949.

3. Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara RIS.

4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala unit.

Dalam perundingan ini Indonesia yang diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook, dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini (sumber: wikipedia)

Di Perjanjian Linggarjati suasana sangat sejuk, lahan sangat luas ditanami pohon dan rerumputan yang sangat indah serta di sini masih saja Gunung Ceremai itu kelihatan sebagai pelengkap keindahan.

Tempat bersejarah ini dikelola dengan baik karena terlihat kebersihannya terjaga; bersih dan nyaman karena tak ada sampah yang berserakan. Tetapi sangatlah sedih jika pemasukan wisata ke Museum hanyalah sedikit yang berkunjung, padahal jika bukan bangsa Indonesia juga yang mewarisi maka siapa lagi?

Sekarang kembali ke Cirebon lagi yaitu Keraton Kanoman, di mana kita disajikan dengan tari topeng khas Cirebon. Tarian mistis yang mengandung unsur-unsur yang terkadang tidak masuk di logika. Ada 2 jenis yang pertama banyak personilnya dan yang kedua hanya penari tunggal biasa.

Keraton Kanoman juga yang membuat sanggar tari topeng tersebut, dikarenakan Keraton tersebut dikelilingi oleh rumah warga maka warga setempat yang dilatih untuk melestarikan kebudayaan tersebut, dari anak-anak kecil hingga dewasa ikut juga berlatih di sana. Bahkan salah satu pelatih tersebut ialah pangeran Keraton tersebut.

Keraton Kanoman sangatlah indah dengan artistiknya yang tidak diubah layaknya Keraton pada umumnya dan sengaja tidak banyak dirubah agar tidak menghilangkan bentuk aslinya, di sana juga ada Masjid Kanoman yang didominasi tiga warna putih, kuning, dan hijau, itu warna kejayaan Keraton Kanoman Cirebon, arsitektur bangunannya seperti bangunan khas Jawa atau Joglo, tak ada sekat dengan ruang utamanya.

Setiap kota memiliki kebiasaan yang sama yaitu Car Free Day dan di Cirebon pun juga ada, sepanjang jalan protokol ditutup, ada hal yang menarik di dalam Car Free Day kali ini karna di sini ada seorang bapak yang meminjamkan gratis kepada masyarakat untuk bermain Hula Hoop terutama anak-anak yang ingin belajar.

Ada juga terselip kebudayaan di sebuah aktivitas hari bebas kendaraan yaitu Sintren suatu kebudayaan yang memang dipamerkan di setiap hari Minggu itu, dan tak hanya Sintren saja yang ditampilkan karna ada yang lain lagi.

Terakhir sudah perjalanan ini berakhir di Gua Sunyaragi sebelum kembali ke Stasiun, di sini Gua Sunyaragi banyak sekali para wisatawan yang hadir untuk melihat Gua tersebut dan tak hanya ada satu Gua tetapi banyak. Di sisi lainnya ada pemandangan yang tak kalah meenarik karena di sana walaupun panas tetapi tidak kecewa dengan yang disajikan di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun