Lalu, apa yang dimaksud dengan Daerah 3T? Apa saja permasalahan pokok dalam pendidikan yang dihadapi oleh daerah 3T? Serta bagaimana kebijakan yang diambil pemerintah sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia khususnya bagi daerah 3T?Â
Apa Itu Daerah 3T? Apakah Pendidikan Menjadi Salah Satu Permasalahan Disana?
Daerah Tertinggal atau yang lebih disebut sebagai Daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) menurut Perpres No.131 Tahun 2015 adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional, dengan kriteria: perekonomian masyarakat; sumber daya manusia; sarana dan prasarana; kemampuan keuangan daerah; aksesibilitas; dan karakteristik daerah[3].Â
Sebagian besar daerah 3T menjadi gerbang tapal batas Indonesia. Permasalahan akses dan konektivitas antar daerah dan wilayah, masalah infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan menjadi beberapa problematika yang cukup sulit dihadapi oleh daerah 3T. Letak daerah yang berada jauh dari ibu kota provinsi menjadikan pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat dikarenakan pembangunan infrastruktur yang belum merata.Â
Salah satu permasalahan serius yang dihadapi oleh daerah yang tergolong daerah 3T adalah masalah pendidikan dan hingga saat ini baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masih berusaha untuk memberikan fasilitas penunjang pendidikan yang baik bagi daerah yang tergolong daerah 3T untuk mencapai pemerataan di bidang pendidikan.
Pendidikan merupakan hal yang akan membawa suatu bangsa ke arah perubahan yang semakin baik, dengan majunya pendidikan maka akan dicapai suatu bangsa yang maju, sejahtera dan beradab. Untuk itu pemerintah merencanakan pemerataan pendidikan hingga ke seluruh pelosok Indonesia. Namun untuk mencapai pemerataan pendidikan tersebut, pemerintah dihadapkan pada beberapa masalah pokok yang berkaitan dengan pendidikan di daerah 3T. Lantas apa sajakah permasalahan tersebut dan adakah relevansinya terhadap pendidikan di daerah 3T?
Lima Masalah Pokok Pendidikan dan Relevansinya Terhadap Daerah 3T
Menurut P.H. Combs (1968) terdapat lima masalah pokok dalam pendidikan[4]. Permasalahan yang  pertama adalah kelebihan peserta didik, yakni bertambahnya jumlah anak-anak yang membutuhkan pendidikan nyatanya belum diimbangi dengan pengelola pendidikan. Banyak pengelola pendidikan yang belum mampu menyediakan sarana pendidikan yang layak serta kesulitan dalam peningkatan mutu pendidikan.
Kedua, langkanya sumber daya dan dana untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. Karena terjadi kelebihan jumlah peserta didik, maka dibutuhkan lebih banyak dana untuk penyediaan pendidikan. Data neraca pendidikan daerah tahun 2017 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengkonfirmasi alokasi anggaran pendidikan Papua. Berdasarkan data Kemendikbud, anggaran pendidikan di Papua hanya sebesar 1,4% dari APBD, paling rendah di seluruh Indonesia. Padahal, UU Nomor 20 tahun 2003, mengamanatkan alokasi dana untuk pendidikan dari APBN/APBD sebesar 20%.
Ketiga, biaya pendidikan yang semakin mahal, terutama untuk peningkatan sarana dan prasarana pendidikan (seperti disebutkan diatas) membuat sulitnya meningkatkan kompetensi serta jumlah dan persebaran guru. Untuk mencapai pendidikan yang lebih baik, maka kompetensi guru harus ditingkatkan yang disertai dengan peningkatan pengadaan jumlah buku dan alat bantu pengajaran. Persebaran jumlah guru di Papua tergolong tidak merata. Terdapat perbedaan antara jumlah guru kelas dan guru mata pelajaran yang memiliki status PNS dan non-PNS. Angka ketimpangan tertinggi terdapat pada jumlah guru guru mata pelajaran pada jenjang SD hingga SMA dengan nilai ketimpangan 0,7.
Masalah pendidikan di daerah 3T juga disebabkan kurangnya tenaga pengajar. Terlalu banyaknya jumlah dan penyebaran guru yang tidak merata merupakan masalah yang masih harus ditangani oleh pemerintah hingga saat ini. Hal ini terlihat pada ketersediaan guru-guru pada perkotaan, pedesaan dan daerah-daerah terpencil. 68% dari sekolah di daerah perkotaan dan 52% di pedesaan memiliki terlalu banyak guru, sementara dua per tiga dari sekolah-sekolah yang terletak di daerah terpencil memiliki terlalu sedikit guru. 47% sekolah-sekolah dasar di Indonesia memiliki jumlah murid kurang dari 150 orang, sehingga cara yang dilakukan oleh guru-guru tersebut adalah melaksanakan pengajaran banyak tingkat (multigrade teaching).