Mohon tunggu...
Jendela ESPERODE
Jendela ESPERODE Mohon Tunggu... Jendela ESPERODE

Hai! Selamat datang di JENDELA ESPERODE—tempat di mana kamu bisa melihat serunya kegiatan dan cerita inspiratif seputar dunia Pendidikan dan kehidupan sehari-hari. Di sini kami berbagi info terkini, dokumentasi acara, prestasi keren dunia pendidikan, sampai momen-momen unik di balik layar Pendidikan dan keseharian. Ditulis langsung oleh tim kreatif kami yang semangatnya selalu ON! Jika ingin tidak ketinggalan informasi, ikuti kami yukz.... Buka jendelanya, dan nikmati cerita seru dari dunia sekolah kami! 📌 Follow terus ya, biar nggak ketinggalan kabar terbaru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tahlilan, Antara Budaya dan Tuntunan dalam Islam

2 Oktober 2025   19:24 Diperbarui: 2 Oktober 2025   19:24 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara tahlilan di kediaman Bapak Ruis (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Tahlilan, sebuah tradisi yang lekat dengan masyarakat Muslim di Indonesia, seringkali menjadi subjek perdebatan: apakah ia merupakan bagian dari budaya atau tuntunan Islam? Perdebatan ini tak hanya terjadi di kalangan akademisi, tetapi juga di tengah masyarakat awam. Untuk memahami lebih dalam, sebuah acara tahlilan di kediaman Bapak Ruis, dengan MC Bapak Kodri dan penceramah Bapak Ngapiah, memberikan perspektif menarik mengenai perpaduan antara tradisi dan ajaran agama.

Acara dimulai dengan pembukaan oleh Bapak Kodri, yang memperkenalkan suasana sakral dari tradisi tahlilan. Beliau menekankan bahwa acara ini bukan sekadar rutinitas, melainkan momen untuk merenungkan makna kehidupan dan kematian. Selanjutnya, tausiah disampaikan oleh Bapak Ngapiah. Dengan gaya bahasa yang lugas dan penuh makna, beliau membuka ceramahnya dengan kutipan Al-Qur'an, "Ya ayyuhal nafsul mudmainah" (Wahai jiwa yang tenang).

Pesan inti dari tausiah ini adalah tentang hakikat diri manusia. Bapak Ngapiah mengibaratkan manusia sebagai "barang alus" atau entitas spiritual yang halus. Ia menjelaskan perjalanan ruh sejak alam ruh, alam kandungan, hingga akhirnya lahir ke alam nyata. Kehidupan di dunia ini, menurutnya, adalah sebuah ujian. Ia mengutip Surah Al-Baqarah ayat 155, yang menyebutkan beberapa ujian utama dalam hidup: ketakutan, kelaparan, dan kekurangan harta.

Ketakutan di sini diartikan sebagai rasa takut kepada Allah, yang seharusnya mendorong manusia untuk semakin mendekat kepada-Nya. Kelaparan dikaitkan dengan ibadah puasa Ramadan, di mana menahan lapar dan dahaga dapat melatih jiwa untuk lebih peka dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Sementara itu, harta benda menjadi ujian tersendiri, di mana kecukupan atau kekurangan harta bergantung pada bagaimana hati individu menyikapinya.

Menurut Bapak Ngapiah, kunci untuk selamat dari semua ujian tersebut adalah kesabaran. Ia menegaskan bahwa sabar bukan hanya pasrah, melainkan sebuah tindakan aktif untuk menghadapi setiap cobaan dengan hati yang lapang.

Bapak Ngapiah juga menyampaikan pesan yang kuat tentang pentingnya "gawe apik marang sepada-pada" (berbuat baik kepada sesama). Pesan ini mengingatkan bahwa kebaikan yang dilakukan di dunia akan menjadi bekal di alam barzakh. Beliau memvisualisasikan alam barzakh, alam di antara kehidupan dunia dan akhirat, sebagai sebuah taman surga bagi mereka yang berbuat baik, atau jurang neraka bagi mereka yang berbuat buruk.

Narasi ini sangat relevan dengan tradisi tahlilan itu sendiri. Tahlilan tidak hanya tentang mendoakan arwah yang meninggal, tetapi juga tentang pengingat bagi mereka yang masih hidup. Ia menjadi momentum untuk merenungkan kembali amal perbuatan dan memotivasi diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Dari paparan tausiah dan konteks acara yang berlangsung, terlihat bahwa tahlilan memiliki peran ganda. Secara historis, tahlilan adalah tradisi yang telah mengakar kuat dalam budaya masyarakat Indonesia, khususnya Jawa. Ia merupakan bentuk penghormatan dan ekspresi duka cita yang diwariskan secara turun-temurun. Elemen-elemen seperti pembacaan yasin, tahlil, dan doa bersama telah menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual ini.

Namun, di sisi lain, tahlilan juga memiliki dasar tuntunan dalam Islam. Doa dan dzikir yang dibacakan dalam tahlilan adalah ajaran Islam yang sahih. Membacakan "La ilaha illallah" (tahlil), istighfar, dan sholawat merupakan amalan-amalan yang sangat dianjurkan. Jadi, tahlilan bisa dipandang sebagai sebuah wadah budaya yang diisi dengan amalan-amalan Islami.

Ini bukan pertentangan, melainkan sebuah sinergi. Masyarakat mengadaptasi ajaran Islam ke dalam bentuk yang dapat diterima dan mudah dipahami, sehingga pesan-pesan agama dapat tersampaikan dengan baik. Tahlilan menjadi jembatan antara nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun