Mohon tunggu...
SKD SoeKa Institute Gresik
SKD SoeKa Institute Gresik Mohon Tunggu... -

Sekolah Kader Desa Soenan Kalidjaga Institute Gresik

Selanjutnya

Tutup

Bola

Ultras Pager, Masa, Panceng Tak Lagi Kuning

1 Maret 2017   04:00 Diperbarui: 1 Maret 2017   04:14 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kru Ultras Pager, Ultah Ultras Gresik, 2016

Saya lupa kapan tepatnya. Yang jelas saya masih duduk di bangku SMA. Kala itu, Gresik United diperkuat para pemain yang didominasi putra daerah, seperti Herman Romansyah, Dedi Indra, Kacung Munif, dan David Faristian. Pelatihnya Sasi Kirono. Musim itulah pertama kali saya datang ke stadion.

Masa itu, Ultras Gresik tak sepopuler sekarang. Pasca Petrokimia Putra terdegradasi, bubar, lalu menjadi Gresik United, popularitas Ultras Gresik semakin merosot. Itu yang saya rasakan –dan mungkin jamak dirasakan lainnya. Setiap datang ke stadion beratribut lengkap -mulai syal, kaos, dan jaket serba kuning, saya seperti orang asing. Selama perjalanan dari Panceng ke Gresik, baru di sekitar Manyar saya menemukan pengendara sesama Ultras.

Pun ketika pulang. Selepas gerbang tol Manyar, sulit rasanya menemukan pengendara sesama Ultras. Ada beberapa, tapi tidak banyak. Terlebih selepas Sidayu menuju Panceng, hampir sama sekali tidak menemukan. Intinya, menjadi Ultras kala itu ialah hal yang asing. 

Padahal sewaktu saya kecil, saat Petrokimia berjaya, Panceng termasuk basis terbesar Ultras Gresik. Kala itu Persela belum seperti sekarang. Penggila sepak bola di Paciran Lamongan dan sekitarnya sebagian besar merupakan Ultras. Mereka turut berduyung-duyung datang ke stadion Tri Dharma, saat Petro berlaga. Namun kebesaran Ultras Gresik tersebut surut, seiring surutnya prestasi sepak bola Gresik di kancah nasional.

Nah, saat mulai rutin datang ke stadion tersebut, saya mulai mengajak beberapa teman. Setidaknya ada teman berkendara, agar tidak bermotor sendiri dari Panceng. Setiap pertandingan, saya berganti teman. Kadang si A, kadang si B, si C, dan seterusnya. Sampai akhirnya, beberapa teman tersebut turut rutin datang ke stadion. Kita berangkat bareng, berkumpul di rumah saya.

Musim pun berganti. Gresik United mulai berbenah. Beberapa pemain berpengalaman didatangkan, seperti Uston Nawawi, Agustiar Batubara dan Luis Pena, termasuk Andik Ardiansyah untuk mengarungi liga T-Phone. Pelatih saat itu Sanusi Rahman. Manajernya almarhum Hadi Kusno. Saat launching tim yang bersamaan dengan peringatan ulang tahun Ultras di depan Mabes lama (6/11/2010), saya hadir bersama beberapa teman. Datang siang, pulang tengah malam ke Panceng.

Dari 27 pemain yang resmi diperkenalkan, 17 pemain merupakan putra daerah asli Gresik, seperti Heri Purnomo dan Khabib Syukron. Adapun nama lain penghuni skuad yang cukup dikenal, seperti Aulia Tri Hartanto, Basuki, dan Ali Usman. Nama Rizki Mirzamah, seingat saya, pada musim inilah pertama kali dipromosikan ke tim senior.

Entah, musim itu saya merasakan atmosfer yang lain. Animo suporter berbeda dengan musim-musim sebelumnya. Stadion mulai penuh dari laga ke laga. Saya merasakan ada keseriusan lebih dari manajemen. Hal itu disambut dengan permainan dan hasil yang maksimal dari tim. Mungkin karena itu, suporter pun mulai mengapresiasinya dengan memberi dukungan ke stadion.

Di Panceng sendiri, Ultras Gresik mulai popular kembali. Hal itu juga didukung masuknya salah satu putra daerah Panceng, yakni Mulham Arufin dari Persada Dalegan ke skuad Gresik United. Pernah saya berjalan di sebuah pasar di Campurejo Panceng dengan mengenakan kaos Ultras, tiba-tiba ada dua orang mengejar saya dari belakang. “Mas, sampean Ultras mana?” Jawab saya, “Banyutengah.” 

Juga, bila sebelumnya saya hanya berteman beberapa orang, mulai saat itu, rombongan kami lebih banyak. Selain berkendara motor, ada juga yang gunakan mobil bak terbuka. Tidak hanya satu mobil, tapi beberapa mobil.

Artinya apa? Perlahan kegairahan ‘Menjadi Ultras’ mulai tumbuh kembali di daerah Panceng. Sebelum itu, Panceng merupakan basis dari LA Mania, Bonek, dan sebagian lagi merupakan Aremania. Meski tidak mendeklarasikan secara organisatoris, namun secara kultur, pengaruh LA, Bonek, dan Arema benar-benar mengakar di Panceng. Bila sebelumnya warga Paciran banyak menjadi Ultras saat Petrokimia berjaya, yang terjadi kemudian, banyak warga Panceng menjadi LA seiring melejitnya nama Persela di pentas sepak bola nasional. Panceng tak lagi kuning !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun