Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dari Orang Bodoh, Kita Dapat Belajar agar Tidak Ikut Bodoh

3 Oktober 2025   11:49 Diperbarui: 3 Oktober 2025   12:21 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono  JW


Bila ada yang mengatakan, berbicara dan berdebat dengan orang "bodoh". Atau orang yang "membodohkan diri" demi suatu kepentingan dan keuntungan. Hilang pikiran, rasa, hati nurani, buta, tuli, sampai menanggalkan etika dan moral, hanya membuang waktu dan energi (itu benar). Tetapi, dari orang bodoh itu, kita pun dapat belajar, agar tidak ikutan bodoh.

(Supartono JW.03102025)

Dalam keseharian, kita sering melihat orang-orang yang bertindak dan berkata-kata "bodoh". Di jalan raya, di ruang kerja, di lingkungan masyarakat, di dalam grup media sosial, di dalam grup sosial/seni/budaya/olahraga, dan kekeluargaan. Hingga tontonan debat di layar kaca.

Orang-orang bodoh itu bahkan tidak peduli, tidak tahu malu, tidak tahu diri bila perbuatan dan kata-katanya justru merendahkan dan mempermalukan diri sendiri.

Menurut Imam Syafi'i, Sikap diam terhadap orang yang bodoh adalah suatu kemuliaan. Begitu pula diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan.

Pendidikan buruk

Di saat pendidikan Indonesia masih terpuruk, ditambah ada pemimpin yang mengabaikan etika dan moral untuk kepentingan dirinya, keluarganya, dinastinya, oligarkinya, cukongnya. Sekali pun pemimpin tersebut kini telah pensiun dari menjabat, tetapi tetap "cawe-cawe" membuat negeri ini semakin kisruh.

Bahkan, cawe-cawenya pun didukung oleh "gerbongnya", yang rakyat jelata Indonesia pun tahu produser, skenario, sutradara, dan aktor di balik kekisruhan itu.

Apakah itu mendidik? Menjadi perbuatan yang patut diteladani?

Bukannya insaf, sadar diri, refleksi diri, melalui dirinya sendiri dan "tangan-tangannya", malah semakin menjadi-jadi, lupa diri. Tidak peduli kondisi rakyat yang kesusahan. Malah sudah memikirkan dua periode untuk anaknya.

Namun, dari kisruh yang bisa jadi bagian dari program TSMnya itu, yang paling polusi adalah saat para "ternaknya" (julukan publik) masuk acara debat di televisi. Rakyat pun bertanya, apakah pihak televisi atau pihak mereka yang menyengaja memaksakan tampil? Atau pihak televisi, sejatinya juga dibayar oleh mereka agar mereka terus naik panggung demi membangun narasi sekaligus kampanye terselubung?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun