Seharusnya, orang yang benar-benar dekat dengan kita itu di antaranya: keluarga, saudara, sahabat, teman, hingga teman dekat (pacar), dll. Apakah orang yang benar-benar dekat dengan kita itu, selama ini melakukan hubungan timbal balik saling membantu?
(Supartono JW.15042025)
Saat kita terpuruk karena kondisi/situasi/keadaan yang sementara tidak memihak, biasanya orang yang merasa dekat dengan kita, tidak akan "membantu". Saat kita terpuruk akibat dari kesalahan yang kita buat sendiri, biasanya orang yang merasa dekat dengan kita, akan "kabur".
Merasa dekat
Mengapa? Merasa dekat itu, artinya tidak dekat. Jadi, jangan pernah berpikir orang yang kita rasa dekat dengan kita, mereka akan memiliki rasa yang sama dengan kita. Sebab, bisa jadi, mereka menganggap kita bukan siapa-siapa mereka.
Bahkan, saat kita terpuruk karena kondisi/situasi/keadaan yang sementara tidak memihak, biasanya orang yang benar-benar dekat dengan kita saja, tidak akan "membantu". Apalagi saat kita terpuruk akibat dari kesalahan yang kita buat sendiri, biasanya orang yang benar-benar dekat dengan kita, malah "kabur".
Pribadi kita?
Dari peristiwa tersebut, di zaman yang serba sulit ini, maka jadilah diri dan pribadi yang tahu diri, tahu berterima kasih, tahu membalas budi, hingga rendah hati.
Saat orang-orang yang benar-benar dekat dengan kita, kondisinya terpuruk akibat situasi/keadaan yang sedang tidak memihak, bila kita memiliki "hal" yang dapat membantu dan meringankan "keterpurukan" orang yang benar-benar dekat dengan kita, maka ulurkanlah bantuan.
Bantuan itu bukan hanya dalam hal materi, tetapi juga bantuan dalam hal lain yang minimal dapat meringankan beban mental orang yang dekat dengan kita itu.
Bila orang yang benar-benar dekat dengan kita, terpuruk karena kesalahannya sendiri, maka sebagai orang yang benar-benar dekat dengan yang bersangkutan, minimal tetap mendampingi bila tidak dapat "membantu", bukan kabur.