Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memberi, Berbagi Itu = Menerima

31 Oktober 2023   12:21 Diperbarui: 31 Oktober 2023   12:30 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Bila maunya hanya mengambil, siapa yang akan memberi? Kapan akan terpikir berbuat memberi dan berbagi, bila maunya hanya memanfaatkan dan menerima?

(Supartono JW.31102023)

Saat seseorang berpikir dan meniatkan untuk melakukan perbuatan sebagai bukti rasa bersyukur, rasa berterima kasih, membalas budi, atas dukungan, bantuan, kebaikan yang dilakukan oleh orang lain/pihak lain, lalu merealisasikan niat itu dalam wujud sikap dan perbuatan, maka hal itu membuktikan bahwa yang bersangkutan cerdas intelektual, cerdas personality, kaya pikiran, serta kaya hati.

Juga tanda bahwa dia dapat digolongkan sudah menjadi manusia sebagai makhluk terdidik, makhluk beragama, makhluk sosial, makhluk beretika, beradab, dan berbudaya.

Fakta terkini

Di dunia politik, rakyat Indonesia kini sedang menjadi saksi pertunjukkan drama para elite yang seharusnya menjadi teladan dan dapat diteladani. Tetapi drama yang mereka pertunjukkan justru jauh dari sikap dan perbuatan manusia sebagai makhluk terdidik, makhluk beragama, makhluk sosial, makhluk beretika, beradab, dan berbudaya.

Di sekeliling kita, juga mudah sekali kita temukan manusia yang tidak memiliki rasa bersyukur, tidak pandai berterima kasih, tidak tahu membalas budi. Meski dalam kehidupan nyata sudah terdidik, nampak kuat dalam kehidupan beragama. Namun, jauh dari sosok manusia sebagai makhluk sosial,  beretika, beradab, dan berbudaya.

Menyedihkan, demi ambisi dan kepentingan-kepentingan duniawi, orang-orang terdidik malah tidak malu memerankan tokoh sebagai aktor yang jauh dari manusia sebagai makhluk terdidik, makhluk beragama, makhluk sosial, makhluk beretika, beradab, dan berbudaya.

Miskin intelegensi, personality. Miskin pikiran dan hati. Tidak punya muka, etika,  dengan tetap menjadi manusia yang tidak memiliki rasa bersyukur, tidak pandai berterima kasih, tidak tahu membalas budi. 

Saya, kita, masuk kategori manusia. Pertanyaannya, sudahkan saya, kita, benar-benar sudah memahami hakikat manusia. Memahami apa itu manusia sebagai makhluk terdidik, makhluk beragama, makhluk sosial, makhluk beretika, beradab, dan berbudaya.

Bila memahami, tentu tidak akan terpikir maunya hanya mengambil. Tetapi akan terpikir berbuat memberi dan berbagi, tidak memanfaatkan situasi, kondisi, dan tidak menerima yang bukan haknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun