SEJAK menapakkan kaki di Bandara Internasional Wina, saya terus mengukur jalan. Mencoba menjamah suasana di Ibukota Austria itu.Â
Tanya sana-sini untuk mendapatkan berbagai informasi. Rasa lelah setelah 21 jam perjalanan pun akhirnya terlawan.
Mata yang sepat (kantuk) jadi terbelalak ketika saya dan rekan wartawan Tempo, Hari Prasetyo, menyisir Stadion Ernst Happel untuk mengurus akreditasi. Mas Hari--senior saya- pula yang menjemput di bandara Wina (Vienna).
Dirk Hoosenberg---petugas akreditasi pers yang menguasai empat bahasa--- Prancis, Jerman, Inggris, dan Belanda cukup kaget ketika tahu saya dari Indonesia.
"Yang saya tahu, belakangan ini lagi ramai-ramainya demo di negeri Anda," tutur Dirk yang mengaku tahu Indonesia dari berita di televisi dan surat kabar nasional Austria.
Hmmm... saya hanya menganggukan kepala. Anda benar! singkat saya menjawab.Â
Setelah menyodorkan data yang saya terima dari UEFA -- Asosiasi Sepak Bola Eropa- Dirk langsung mengecek di komputer. Hanya sekitar lima menit akreditasi liputan Piala Eropa- diberikan kepada saya. Luar biasa progresnya. Begitu cepat. Tidak 'bertele-tele'.
Sejurus kemudian saya ke ruang Press Center. Tempat kerja wartawan. Baru juga membuka laptop, seseorang melempar senyum lalu menyapa saya.
"Did you remember me?" Saya hanya terperangah. "Maaf kalau saya lupa," sahut saya. Â
"Kita pernah bertemu di Portugal pada Euro 2004," tambah bule itu memberi gambaran.
Tapi, memori saya masih lemot. Belum juga bisa menangkap sinyal. Maklum, pertemuan itu telah lama berlalu.