Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Secuil Taman Emas di Nias, Pantai Merah Afulu

27 Oktober 2019   09:39 Diperbarui: 27 Oktober 2019   13:27 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pantai ini mengingatkan saya pada Lac Rose. Danau Mawar di Senegal Afrika yang sempat saya kunjungi akhir 2011. Pada mulanya saya pikir tampilan fisik keduanya sama. Rupanya tidak. Lac Rose, yang merah adalah airnya, yang karena kadar garamnya sangat tinggi, maka sejenis ganggang tertentu yang tubuhnya kemerahan betah hidup di sana sehingga mewarnai Sang Danau. 

Berbeda dengan Pantai Merah Nias ini. Yang merah adalah pasirnya. Gawu Soyo. Gawu dalam bahasa Nias adalah pasir, Soyo adalah merah. Beberapa sumber mengatakan bahwa Gawu Soyo di Afulu ini warna merahnya berasal dari warna terumbu karang yang pecah berkeping menjadi butir-butir pasir. Bagi saya pertanyaan berlanjut: mengapa terumbu karangnya berwarna merah? 

Pantai Gawu Soyo ini relatif bersih dari sampah plastik. Sungguh saya bersyukur untuk hal ini dan sangat berharap di masa datang pantai ini tetap terjaga kebersihannya. 

Sejauh langkah saya, beberapa sisa flora terdampar di badan pantai. Butir-butir buah kelapa. Batang pohon. Serpih-serpih terumbu karang. Hanya saja warnanya putih bersih. 

Pada sebatang kayu pohon yang terdampar saya menambatkan badan. Sekitar 500 meter jarak saya dari titik awal memasuki pantai yang barangkali setara dengan 1.000 langkah. 

Melepas sepatu, membiarkan telapak kaki digelitiki ribuan butir pasir merah. Melangkah lebih ke dalam, pada area pasir yang dihempasi air asin, atau sekedar disentuhi buih-buih putih gelombang cairan garam.

Saat duduk kembali di atas kayu lapuk yang entah sudah berapa lama diombang-ambing ombak, arah pandang saya ke Barat. Sebuah layar lebar berwarna biru dengan posisi matahari di atas 45 derajat. Masih terik dan tajam sinarnya. Air laut di bawahnya keperakan pada panjang horison tertentu menerima pantulan sinarnya. 

Layar besar berwarna biru di angkasa, dipenuhi awan-awan yang membimbingku berimajinasi. Sebentar-sebentar menjadi lukisan. Sebentar-sebentar menjadi fakta bahwa koordinat di Nias ini hanya sebuah tutik kecil di jagad raya diantara planet-planet, tata surya. 

Manusia sedemikian kecil, namun sekaligus besar. Alam pikirnya, dunia tak kasat mata di dalam dirinya, demikian tak tertampung meskipun wadahnya adalah samudera raya. Begitu seterusnya. 

Pasir pantai masih merah. Bukan semerah mawar, namun merah seperti batu bata. Sepatu saya juga masih kuning. Tak ada yang berubah, kecuali mungkin posisi matahari yang menuju pukul 5 sore menjadi lebih kecil derajat sudutnya. 

Mendengarkan debur ombak, seperti mendengarkan debur detak jantung sendiri. Mereka seirama. Mengingatkan ke dahulu, saat kita dipeluk di perut Ibu. Sekeliling kita adalah air. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun