Mohon tunggu...
Pesta Ferdinan Sitohang
Pesta Ferdinan Sitohang Mohon Tunggu... Administrasi - hanya rakyat biasa

masih muda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Salah Sebut Ikan Tongkol Apakah Masih Kita Anggap Lelucon?

27 Januari 2017   15:31 Diperbarui: 27 Januari 2017   15:46 1594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ikan Tongkol (rsnas.kulonprogokab.go.id)

Akhir-akhir ini beredar sebuah video percakapan seorang anak yang salah menyebut nama ikan saat dirinya ditanya oleh Presiden Joko Widodo. Video beredar cukup cepat di kalangan para netizen, tidak terkecuali saya. Jujur saja saat pertama sekali saya menonton video tersebut saya cukup geli dan tertawa. Sesaat saya juga menyadari ada sesuatu yang salah.

Bagi kita orang dewasa itu bisa jadi bahan tertawaan dan candaan bahkan celaan. Tergantung kita pertama sekali memberikan respon terhadap video tersebut. Sebelumnya juga pernah beredar sebuah video Presiden Joko Widodo dengan seorang anak yang ditanyakan nama-nama Mentri. Kurang lebih alur peristiwa mirip, respons yang diberikan anak juga sama, namun memang cukup apes bagi dia yang ditanya mengenai nama-nama ikan.

Mari coba kita cukupkan pikiran kita dengan tertawaan atau faktor kelucuan di video tersebut. Ada beberapa pertanyaan menggelitik dalam pikiran saya, yang mungkin anda-anda bisa coba jawab dan renungkan:

  • Pendidikan apakah yang telah diterima oleh si ANAK melalui lingkungannya?
  • Pendidikan seperti apakah yang sudah diterimanya secara formal?
  • Kesalahan siapakah?

FAKTOR LINGKUNGAN, PENDIDIKAN FORMAL DAN SALAH SIAPA?

Lingkungan – pendidikan yang diterima oleh seorang anak secara informal adalah pendidikan sosial melalui lingkungan. Lingkungan memiliki cakupan yang sangat luas mulai dari keluarga, RT/RW hingga wilayah yang lebih luas. Sedangkan interaksi di dalam lingkungan bersifat universal yaitu dengan siapa saja tanpa memandang batasan umur, suku, agama sampai jenis kelamin. Itu sebabnya dikatakan bahwa pendidikan yang paling dasar diterima dari keluarga lalu berkembang ke lingkungan sekitarnya.

Apabila kita berbicara mengenai lingkungan maka kita juga berbicara sesuatu yang tanpa batasan, baik berupa pokok bahasan interaksi, metode komunikasi, tempat interaksi, sampai media komunikasi. Pokok bahasan dalam sebuah interaksi juga bisa beragam mulai dari hal-hal yang bersifat umum sampai bersifat pribadi. Metode komunikasi juga bisa beragam dari segi intonasi suara, kuatnya suara, serta pemilihan atau pengucapan kata-kata. Tempat interaksi juga memberikan pengaruh terhadap pemilihan topik bahasan. Media dalam berkomunikasi juga bisa bermacam-macam baik yang melalui oral, tulisan, ataupun juga melalui smartphone.

Apa yang sering kita lupakan dalam interaksi disekitar lingkungan kita? Yang paling mendasar adalah kata-kata. Seringkali sebagai orang dewasa, kita mengucapkan kata-kata yang tidak sepantasnya diucapkan, terlebih kita secara sadar atau tidak sadar terdapat anak kecil di dekat kita ketika interaksi terjadi. Seorang anak kecil memiliki daya tangkap dan daya ingat yang cukup tajam. Seorang anak kecil juga belum tentu mengerti semua apa makna dari apa yang diucapkan oleh orang dewasa. 

Namun sekali terekam di dalam ingatan, kata-kata yang tidak pantas tersebut bisa terucap secara tidak sadar ataupun sadar tanpa dia tahu akibat dari apa yang diucapkannya. Kembali kepada kasus video anak kecil tersebut, saya menarik kesimpulan bahwa telah terjadi sebuah kesalahan komunikasi di lingkungannya. Kata-kata yang tidak pantas dikeluarkan oleh seorang anak kecil yang belum mengerti artinya telah terucap tidak pada waktu dan tempatnya. Kata-kata tersebut terucap sangat ringan yang mengindikasikan bahwa kata-kata tersebut sudah sangat sering dia dengar dan lazim di telinganya. Dalam artian lain komunikasi di sekitar lingkungannya dan pergaulannya banyak menggunakan kata-kata yang tidak pantas.

Bagaimana dengan sekolah sebagai pendidikan formal? Pertanyaan yang sebenarnya juga cukup mendasar namun jawaban yang diberikan tidak tepat. Sehingga timbul dugaan bahwa sekolah tidak mengajarkan materi yang cukup. Dalam hal ini sekolah juga tidak bisa kita salahkan 100%, tetapi perlu adanya kontrol mutu secara internal sekolah untuk menjamin apakah siswa memperoleh pendidikan sesuai materi yang telah ditetapkan.

 Lantas SALAH SIAPAKAH?

Apakah orang tua? Ataukah lingkungan? Atau Guru/Sekolah? Bahkan mungkin teman bermain?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun