"Selamat hari ibu, mama. Besuk mama gak boleh kerja. Kita liburan ke kampung coklat sama papa. Plis, aku cuma mau mama bahagia. Aku nggak mau mama capek. Plis. Aku sayang mama. Selamat hari ibu. 22 Desember." [Isi surat Narissa kepada mamanya].
Membaca paragraf pembuka yang saya kutip dari surat Narissa kepada ibunya di atas, serasa mak jleb. Bagai ditusuk sembilu. Bagaimana tidak, kalimat yang disampaikan menggambarkan betapa anak tersebut sangat menginginkan kebersamaan dengan mamanya. Yang mana mamanya selama ini disibukkan dengan pekerjaan sehingga waktu untuk bersama dengannya sangat kurang.
Curahan hati tersebut sangat mewakili anak-anak lainnya yang kebetulan ibunya sebagai wanita pekerja. Termasuk saya dan mungkin Anda yang membaca artikel ini. Dari membaca surat Narissa di atas lahirnya tulisan ini.Â
Bertepatan dengan tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu. Sekalian saja tulisan ini saya anggit untuk memperingati Hari Ibu dan untuk ikutan Topik Pilihan yang disiapkan oleh Admin Kompasiana.
Bagaikan Makan Buah Simalakama
Saya pastikan hampir semua wanita bekerja akan mengalami hal yang sama. Dilema dalam membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga.Â
Di satu sisi, pekerjaan menuntut untuk segera diselesaikan. Di sisi lain, keluarga juga minta diperhatikan.
Saya dan Anda, mungkin memiliki pengalaman yang sama. Saya dan Anda yang kebetulan memutuskan menjadi wanita pekerja dengan segala konsekuensinya, dalam satu waktu mungkin bisa mengatasi permasalahan dengan baik. Urusan pekerjaan lancar, urusan keluarga juga aman.
Namun pada saat-saat tertentu, akan ditemui, seakan bagaikan makan buah simalakama. Jika urusan pekerjaan dikedepankan, urusan keluarga terabaikan. Begitu juga sebaliknya.
Maka tak ayal, hal yang seperti saya ungkapkan di atas, akan terjadi. Sebagai bentuk rasa protes anak kepada ibu, karena selama ini ibunya sibuk dengan pekerjaan sehingga si anak merasa diabaikan.
Saya pun sering mengalaminya. Karena tuntutan pekerjaan yang tiada henti. Satu tugas selesai, menyusul tugas berikutnya. Tak jarang, saya pun kerja sampai sore hari. Malah sering pula kerjaan dibawa pulang.Â
Begitu pula yang dialami oleh sebagian besar rekan saya. Yang kebetulan, disamping tugas utama sebagai guru, juga mendapatkan sederet tugas tambahan lainnya.
Quality Time
Kalau kita melulu hanya memikirkan pekerjaan, tak akan ada habisnya. Kita bekerja niat awalnya untuk keluarga. Akan sia-sia juga, kita sukses di kantor, kita punya uang banyak, --- namun di saat keluarga membutuhkan, kita tidak bisa hadir di tengah-tengah mereka.
Maka hemat saya, yang bisa kita lakukan adalah menyisihkan sedikit waktu untuk keluarga.
Upayakan sisihkan waktu minimal 30 menit dalam sehari untuk bersama anak. Jangan sampai Anda kehilangan momen spesial bersama anak dan keluarga.
Berikut hal-hal yang bisa Anda lakukan untuk memanfaatkan waktu bersama keluarga:
1. Nonton Acara Kesukaan
Sering nakdis saya menuntut perhatian. Mengajukan sebuah permintaan. Tidak susah sebenarnya permintaannya. Ingin selalu dekat dengan ibunya. Ingin ditemani menonton acara kesukaannya. Ingin didengarkan curahan hatinya.Â
Apalagi bagi anda yang anak-anaknya masih kecil. Tentu masih sangat butuh perhatian dari ibunya.
2. RekreasiÂ
Sebaiknya agendakan waktu untuk rekreasi bersama keluarga. Misalnya seminggu sekali atau sebulan sekali. Tidak harus jauh. Tidak harus dengan biaya yang mahal. Ke tempat rekreasi lokal pun bisa dilakukan, yang terpenting adalah nilai kebersamaan.
3. Makan di Luar
Makan bersama di luar rumah juga ampuh untuk merawat kebersamaan dengan keluarga. Pilih tempat makan yang spesial. Tidak harus mahal. Sambil menikmati makanan akan menumbuhkan rasa kedekatan yang selama ini mungkin hilang karena kesibukan masing-masing.Â
Kenapa kok harus di luar? Karena biar suasana berbeda dengan suasana rumah saja dan untuk menghilangkan kejenuhan juga.
4. Merawat Keluarga dengan Penuh Kasih Sayang
Apalagi jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit, kehadiran kita sebagai ibu atau istri sangatlah dinantikan. Otomatis tak ada alasan untuk menolaknya. Atau Anda akan menyesal bilamana sesuatu yang buruk terjadi.Â
Anak: Ibu nanti pulang sore lagi?
Ibu: Tidak Nak, pekerjaan ibu sudah selesai.
Ternyata pekerjaan ibunya masih butuh direvisi, akhirnya sang ibu pun pulang sore lagi. Tak ayal, sampai rumah si anak melayangkan protes.
Anak: Katanya nggak pulang sore, kok pulangnya sore lagi? Ibu nggak boleh bohong lo!
Ilustrasi di atas dialami oleh beberapa rekan kerja saya yang kebetulan mempunyai anak yang masih kecil. Duh, bagaimana kita nggak terenyuh menyikapinya. Gambaran bahwa kehadiran seorang ibu, sangat diharapkan oleh anak.
Kebersamaan kita dengan anak-anak tidak lama. Ketika anak sudah memasuki usia sekolah dan kita sebagai wanita pekerja, tentu kebersamaan itu hanya sore sampai malam hari. Saat jam tidur, kita pun harus merelakan mereka istirahat. Kita sendiri juga butuh istirahat agar esok hari bangun dalam keadaan segar, sehingga bisa melanjutkan aktivitas lagi.
Begitu seterusnya, waktu terus bergulir. Anda sibuk dengan pekerjaan setiap harinya. Sampai pada waktunya anak akan memasuki masa dewasa, di mana dia akan menggapai masa depannya.
Anak-anak melanjutkan sekolah atau kuliah di luar kota, lalu berkeluarga. Nah, pada saat inilah Anda akan merasakan kehilangan momen kebersamaan dengan anak. Anda akan menyadari betapa kebersamaan dengan anak dan keluarga sangat berharga.
Maka nikmatilah kebersamaan dengan keluarga selagi ada kesempatan.
Bertindak Profesional Namun Jangan Lupa Niat Awal
Bukan berniat untuk menasihati. Tulisan ini lahir, tersebab saya juga merasakannya. Saat ini sudah kehilangan momen kebersamaan dengan si sulung. Hanya sebulan sekali bisa bertemu, itupun cuma 2 hari. Lalu dua tahun lagi si bungsu juga akan kuliah, dan tentu waktu bersama dengan saya semakin sedikit.
Oleh karena itu, wanita bekerja itu sah-sah saja dan sangat lumrah di era sekarang ini. Dengan niat awal membantu perekonomian agar keluarga lebih sejahtera yang pada akhirnya akan meraih bahagia lahir dan batin.
Juga niat bekerja didasari untuk mengamalkan ilmu yang sudah didapatkan. Dalam tanda kutip, diamalkan dalam pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Jadi, bertindaklah profesional namun jangan lupa niat awal. Semua dilakukan untuk keluarga.
Suami Ridha, Allah pun Ridha
Yang terpenting, bagi wanita pekerja harus bisa membagi waktu, antara kepentingan pekerjaan dan keluarga. Sekali lagi, jangan sampai terenggut momen kebersamaan anda dengan keluarga.Â
Pun yang tak kalah pentingnya, semua dilakukan atas izin suami. Kalau suami melarang kita untuk bekerja, maka kita pun harus mengikutinya. Kalau suami ridha, Insyaallah semua urusan kita akan dilancarkan oleh Allah.Â
Semoga kita, sebagai wanita pekerja, diberikan kekuatan, kesabaran, dan kesehatan lahir dan batin untuk menjalankan fungsi ganda tersebut. Sebagai seorang profesional serta sebagai ibu dan istri.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Blitar, 21 Desember 2021
Selamat Hari Ibu bagi anda yang mengaku menjadi ibu. Tetaplah sehat untuk buah hatimu dan keluargamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H