Antisipasi Pandemi: Perlukah Vaksin Cacar Monyet dalam Jangka Dekat?
Pandemi virus corona belum usai. Juru Bicara Kementrian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, beberapa indikator harus dipenuhi dalam jangka waktu tertentu agar bisa dinyatakan sebagai penyakit endemik. Pernyataannya disampaikan dalam siaran pers Kementrian Kesehatan pada Rabu (16/3) di Jakarta.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menekan angka penyebaran virus corona varian terbaru adalah dengan menegaskan kembali Protokol Kesehatan 5M, yang meliputi: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas. Selain itu, pemerintah juga gencar menghimbau setiap warga negara yang memenuhi kualifikasi untuk segera melakukan vaksin booster. Hal ini dinilai efektif untuk memutus rantai penyebaran covid-19 di dalam ruangan.
Tetapi guncangan bagi dunia kesehatan sepertinya baru saja dimulai. Setelah melalui dua tahun pandemi, kini muncul laporan atas infeksi penyakit cacar monyet. Cacar monyet atau monkeypox disebabkan oleh virus yang berasal dari keluarga virus yang sama dengan penyebab cacar.
Laporan pertama atas infeksi cacar monyet diterima oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada awal Mei 2022, yang berasal dari Eropa dan Amerika Serikat. Hingga Juli 2022, WHO telah menerima laporan atas kasus cacar monyet sebanyak 22 ribu dari berbagai negara di dunia, salah satunya Indonesia. Menanggapi peningkatan jumlah kasus yang signifikan, WHO menetapkan status darurat global untuk infeksi cacar monyet.
Ditetapkannya status cacar monyet sebagai darurat global, mendorong para pakar di berbagai negara untuk melakukan sosialisasi terhadap masyarakat. Sosialisasi yang dilakukan para pakar kesehatan diantaranya, memperkenalkan gejala infeksi cacar monyet, penyebab cacar monyet, dan bagaimana menyikapinya jika terinfeksi.
Sejauh ini, upaya para pakar memberikan edukasi terhadap masyarakat terbilang efektif dengan diterimanya 10 laporan terindikasi kasus cacar monyet pada akhir Juli 2022. Setelah dilakukan pemeriksaan lab PCR, 9 diantaranya menunjukkan hasil negatif. Sedangkan 1 kasus yang masih dalam tahap pemeriksaan di laboratorium, digolongkan sebagai pasien suspek cacar monyet karena belum terlihat hasilnya.Â
Menimbang dari masuknya laporan atas kasus cacar monyet, pemerintah kembali memusatkan fokus pada isolasi pasien terduga, penanganan kasus dan mencegah penyebarannya, serta pelacakan kontak. Kementrian Kesehatan hingga saat ini belum menyarankan perawatan spesifik pada kasus infeksi cacar monyet.
Para pakar kesehatan dalam negeri masih mempelajari penyakit ini, karena secara genetik cacar monyet hampir mirip dengan cacar biasa. Tenaga kesehatan kembali menyebarluaskan informasi mengenai gejala cacar monyet yang harus diwaspadai, diantaranya gejala ruam dan kemerahan. Informasi ini dinilai dapat bermanfaat bagi masyarakat guna mendeteksi sedari dini apabila terinfeksi cacar monyet.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Indonesia Dr. dr. H. Prasetyadi Mawardi, Sp.KK(K) menyampaikan detail dari gejala yang muncul akibat cacar monyet pada Selasa (2/8) dalam konferensi pers virtual, "Infeksi akibat cacar monyet yang muncul di kulit berupa lenting kecil dan berkembang menjadi papul, relatif padat, kemudian keluar nanah. Itu menunjukkan infeksi virus, yang dapat dikenali pada wajah dan tangan". Selanjutnya dr. Prasetyadi menegaskan bahwa, gejala cacar monyet memang ringan tetapi komplikasinya bisa meluas.
"Infeksi berlanjut dapat menyebabkan radang paru, kemudian dapat masuk ke otak, atau masuk ke sepsis dan dapat menyebabkan kematian".