Artikel berjudul "Kerusuhan sebagai Bahasa yang Putus" karya Study Rizal L. Kontu menyoroti kerusuhan sebagai cerminan gagalnya komunikasi antara rakyat dan elite politik. Ketika jalur formal tak lagi mampu menampung aspirasi, demonstrasi pun berubah menjadi kerusuhan sebagai luapan kekecewaan. Tragedi Affan Kurniawan, seorang driver ojol yang tewas saat aksi, menjadi simbol korban dari konflik komunikasi yang tak terselesaikan. Arogansi elite, seperti joget dan ucapan merendahkan, memperlebar jurang representasi. Kerusakan fasilitas publik dalam kerusuhan mencerminkan krisis kesadaran kolektif dan keterasingan sosial.
Penulis mengusulkan pendekatan komunikasi kritis sebagai solusi: elite perlu menyadari dampak komunikasi mereka, negara harus membuka ruang aspirasi yang nyata, aparat mengedepankan pendekatan humanis, dan masyarakat sipil membangun kesadaran bersama untuk mengubah kemarahan menjadi gerakan konstruktif. Artikel ini mengajak pembaca untuk merenungkan apakah bangsa ini siap belajar dari kegagalan komunikasi atau terus membiarkan bara kemarahan menyala.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI