Mohon tunggu...
Siti Afifi Nur Laila
Siti Afifi Nur Laila Mohon Tunggu... mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Intervensi Dalam Hukum Internasional : Antara Tanggung Jawab Melindungi Dan Pelanggaran Kedaulatan

28 Mei 2025   07:45 Diperbarui: 28 Mei 2025   07:42 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Abstrak

Isu intervensi dalam hukum internasional menimbulkan perdebatan tajam antara prinsip kedaulatan negara dan perlindungan hak asasi manusia. Meskipun Piagam PBB menegaskan larangan penggunaan kekuatan terhadap negara lain, realitas di lapangan menunjukkan bahwa intervensi tetap dilakukan, baik atas nama kemanusiaan maupun kepentingan politik. Tulisan ini mengupas konsep intervensi dalam hukum internasional, termasuk prinsip non-intervention, doktrin Responsibility to Protect (R2P), serta contoh kasus intervensi di Libya dan ketidakintervensian di Suriah. Ditekankan bahwa intervensi harus tunduk pada mekanisme hukum internasional agar tidak berubah menjadi alat dominasi kekuatan besar.

Pendahuluan

Dalam sistem hukum internasional modern, kedaulatan negara menjadi salah satu prinsip fundamental. Namun, ketika kekuasaan negara digunakan untuk menyakiti rakyatnya sendiri, apakah komunitas internasional harus tinggal diam? Pertanyaan ini membawa kita pada diskursus tentang intervensi: sebuah tindakan campur tangan suatu negara atau organisasi internasional terhadap urusan dalam negeri negara lain, sering kali atas nama kemanusiaan atau keamanan internasional. Intervensi menempati posisi dilematis: antara menghormati hukum dan menyelamatkan nyawa.

Pembahasan

1. Prinsip Non-Intervensi dalam Hukum Internasional

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara eksplisit melarang penggunaan kekuatan militer terhadap negara lain (Pasal 2 ayat 4). Prinsip ini menegaskan bahwa kedaulatan negara adalah sakral, dan intervensi oleh negara lain tanpa persetujuan adalah pelanggaran hukum internasional.

"All members shall refrain... from the threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any state."
(UN Charter, Article 2(4))

Namun, kenyataan menunjukkan bahwa banyak negara besar telah melakukan intervensi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan alasan kemanusiaan, anti-terorisme, atau stabilisasi.

2. Intervensi Kemanusiaan dan Lahirnya Doktrin R2P

Kasus genosida di Rwanda (1994) dan Bosnia (1995) menunjukkan bahwa dunia sering gagal bertindak cepat untuk mencegah kekejaman massal. Dari kegagalan-kegagalan tersebut, lahirlah doktrin Responsibility to Protect (R2P) pada KTT Dunia PBB tahun 2005.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun