Jatijajar, sebuah kawasan di Depok, Jawa Barat, terkenal dengan jalan utamanya yang ramai. Posisinya di lampu merah simpangan Depok. Di bulan Ramadhan, jalan ini berubah menjadi surga bagi para pemburu takjil. Saya pun penasaran dan memutuskan untuk ikut merasakan sensasi "perang takjil" di sana.
Saat pulang kerja tiba di Jatijajar, saya langsung disambut oleh keramaian dan antusiasme para pedagang takjil. Mereka menjajakan dagangan mereka di sepanjang jalan, mulai dari kolak, bubur sumsum, es buah, gorengan, hingga berbagai macam kue tradisional. Suara para pedagang yang menawarkan dagangan mereka bercampur dengan suara kendaraan yang melintas, menciptakan suasana yang ramai dan penuh semangat.
Saya mulai menyusuri lapak-lapak takjil dan mencari takjil favorit saya. Ada banyak pilihan yang menggoda selera, mulai dari kolak pisang yang manis, bubur sumsum yang lembut, hingga es buah yang segar. Saya juga tergoda untuk mencoba beberapa takjil baru yang belum pernah saya coba sebelumnya.
Salah satu hal yang menarik dari "perang takjil" di Jatijajar adalah makanannya sangat variatif. Sebagian penjual bersedia mengantarkan makanan pada lokasi yang tidak jauh, misalnya saya melihat seorang pedagang yang mengantarkan takjil di Batalyon Perhubungan yang ada di sekitar sana. Sebagian yang lain nego untuk ngutang, batinku, memang mereka sudah saling kenal kali ya. Di sana suasana tampak akrab dengan canda tawa yang menyenangkan.
Momen Tak Terlupakan
Salah satu momen yang tak terlupakan adalah adalah ketika saya melihat suami istri pedagang es yang penyajiannya mengikuti trend dan jualan nya laris manis karena tidak hanya es yang mereka dagangkan, tapi bakso dan sosis bakar dengan ukuran jumbo.Â
Yang cukup membuat kerlingan dahi adalah ketika mereka dalam proses melayani pembeli, saling membantu, dan tidak terlupakan dari mereka ucapkan, tolong ambilkan yang itu sayang disertai terima kasih sayang. Tuh kan baru kali ini aku lihat seperti itu, rupanya romantisme tidak ditinggalkan di ruang pasar, gelak tawaku dalam hati, tiba tiba berucap, hus, puasa puasa, jangan ngomongin orang meski Dalma hati.Â
Tentu saja bukan hanya makanan " ringan" yang didatangkan di sana. Karena makanan kesukaanku, sate Padang pun dijajakan, alhasil, gak terlewat juga aku beli sekalian.Â
Hikmah "Perang Takjil"
Emang ada gak sih hikmah perang takjil? Ya kalau aku sih ada aja.Â
"Perang takjil" di Jatijajar bukan hanya tentang berburu makanan dan minuman, tetapi juga tentang merasakan semangat kebersamaan dan keceriaan di bulan Ramadhan. Saya belajar bahwa kebahagiaan bisa ditemukan dalam hal-hal sederhana, seperti berbagi takjil dengan orang-orang terdekat.
Selain itu, "perang takjil" juga memberikan peluang usaha bagi para pedagang kecil dan menengah. Saya senang bisa mendukung perekonomian mereka dengan membeli takjil dari mereka.
Nah bagaimana tips jika Anda ingin merasakan sensasi "perang takjil" di Jatijajar, berikut adalah beberapa tips dari saya:
Datang lebih awal untuk menghindari keramaian puncak.
Siapkan uang tunai pecahan kecil untuk memudahkan transaksi.
Jangan ragu untuk menawar harga, namun tetaplah sopan.
Cicipi berbagai macam takjil untuk menemukan favorit Anda.
Jaga kebersihan dan ketertiban selama berbelanja.
Nikmati setiap momen "perang takjil" dengan penuh sukacita.
Nah begitulah cerita "Perang takjil" di Jatijajar adalah pengalaman yang seru dan tak terlupakan. Saya merasakan sendiri bagaimana antusiasme dan kebersamaan masyarakat dalam menyambut bulan Ramadhan. Semoga pengalaman ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua untuk selalu bersyukur dan berbagi kebahagiaan dengan sesama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI