Mohon tunggu...
Fransiska Mulyasari
Fransiska Mulyasari Mohon Tunggu... -

single fighter | nice mom | teacher | friendly | keep smile |

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jo, Si Tukang Sayur Penyelamat Lingkungan

20 Oktober 2012   05:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:36 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1350711369613701619

[caption id="attachment_212238" align="alignnone" width="614" caption="Paijo (Sumber gambar: Dokumen pribadi)"][/caption]

Beberapa tahun lalu, komplek perumahan saya pernah mengalami banjir setinggi betis. Salah satu penyebabnya adalah tidak lancarnya saluran air di selokan rumah warga. Penyebab ketidaklancaran itu, adalah tumpukan sampah yang ada di selokan. Masih saja ada warga yang belum menyadari pentingnya buang sampah pada tempatnya.

Sebenarnya membuang sampah pada tempatnya adalah perilaku yang sederhana dan mudah tetapi sulit dilakukan oleh sebagian masyarakat lantaran ketidakpraktisannya. Mereka ingin instan. Ada sampah, buang di mana saja, yang penting dibuang. Jadi “halal” dibuang ke jalan, sungai, maupun selokan.

Jika sedang musim hujan, genangan air di selokan tersebut meluber ke jalan. Tentu hal ini mengganngu pengguna jalan dan warga perumahan. Karena kesibukan warga, kerja bakti untuk membersihkan lingkungan jarang dilakukan. Hanya sesekali, jika ada event besar, seperti peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Maka tak heran jika selokan di komplek perumahan saya kerap kotor, airnya menggenang, dan tak jarang menimbulkan bau. Hal ini sungguh mengganggu.

Paijo, tukang sayur langganan ibu-ibu di perumahan saya, adalah salah satu orang yang prihatin melihat kondisi selokan tersebut. Keprihatinan Jo, begitu ia disapa, tidak hanya sekedar “mengasihani” kondisi selokan tersebut. Tanpa diminta, ia kerap turun tangan membersihkan selokan air tersebut dengan peralatan seadanya.

Ketika saya tanya, mengapa ia mau membersihkan selokan tersebut tanpa disuruh oleh siapapun, ia hanya menjawab, ia tak betah melihat kondisi selokan yang kotor dengan air menggenang.

“Saya kan sering berjualan di perumahan ini. Bahkan tidak jarang, saya mangkal di sini (di depan selokan. red). Kalau selokannya kotor, saya tak betah berjualan. Bau. Selokan yang menggenang juga jadi sarang berbagai sumber penyakit,” ujar pria 25 tahun itu.

Warga di perumahan saya pun senang dengan apa yang dilakukan Jo, Si Tukang Sayur. Keikhlasannya membersihkan selokan warga, membuat rejekinya bertambah. Kini Jo kerap diminta membersihkan selokan oleh warga. Warga yang memintanya membersihkan selokan, dengan sukarela member ia upah.

Hebatnya lagi, warga yang biasanya tak pernah kelihatan membersihkan selokan karena dilanda kesibukan kerja, kini mereka rela menyempatkan diri membersihkan selokan meski hanya sebentar.

“Saya malu melihat apa yang Jo lakukan tiap pagi jika menjual sayur di sini. Ia rela membersihkan selokan tanpa ada yang menyuruh dan tanpa dibayar. Saya sebagai warga di komplek inilah yang harusnya membersihkan selokan,” tutur salah satu tetangga saya.

Untuk mengubah lingkungan menjadi lebih baik sebenarnya mudah, yaitu dengan memulai mengubah diri sendiri, dan melakukan hal-hal kecil yang bermanfaat bagi lingkungan. Seperti yang dilakukan Jo. Ia tak sekedar menjual sajur, dengan cangkul yang dibawanya tiap hari untuk membersihkan selokan, ia menjelma sebagai Tukang Sayur Penyelamat Lingkungan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun