Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Bukan Hal yang Perlu Dikhawatirkan, Hal Ini yang Membuat Saya Resign Berkali-kali

16 Maret 2021   11:14 Diperbarui: 17 Maret 2021   05:14 1383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi resign (Sumber gambar: www.ivyexec.com)

Topik menarik tentang resign atau mengundurkan diri dari pekerjaan yang digeluti dari para Kompasianer, membuat saya tersenyum dan mengenang saat melakukan hal tersebut di kala bekerja pada sebuah institusi atau perusahaan.

Ya, sebelum menjalani aktivitas sebagai guru privat sekarang ini, awalnya saya juga memiliki beberapa pengalaman kerja yang semuanya dilakukan atas dasar suka dan happy aja ngejalaninnya. Lantas, mengapa saya mengundurkan diri pula?

Baiklah, saya berbagi cerita dan pengalaman ya, pembaca....

Pengalaman kerja pertama sebagai penyiar radio

Saya mengajukan lamaran sebagai penyiar radio karena merasa punya kemampuan bernyanyi, memiliki ilmu lumayan tentang dunia komunikasi, suka musik, dan ceriwis. 

Nah, biar kicauan saya dan hobi ngobrol menghasilkan uang. Lumayan lah, buat nambah sangu bagi anak kost seperti saya (saat itu sedang menyusun tugas akhir kuliah) maka saya pun melamar menjadi penyiar radio. Melalui serangkaian tes, dari wawancara, membaca berita, tes pengetahuan musik, tes psikologi, akhirnya diterima juga bekerja di sana.

Wah, pastinya seneng banget dan ini pekerjaan pertama yang saya terima gaji. Berawal dari hobi, menghasilkan cuan. 

Bersapa dengan pendengar, ngoceh sendiri di ruang kabin siaran, berimajinasi seakan lagi ngobrol dengan seseorang di depan kita. Padahal mereka mah asyik-asik aja lagi dagang di pasar, mengerjakan tugas di kantor, masak di dapur.

Suara saya terdengar di berbagai tempat dengan berbagai aktivitas yang dilakukan pendengar. Belum lagi muterin lagu-lagu yang kita suka atau permintaan dari pendengar. Namun hal tersebut tak berlangsung lama. 

Ketika krisis moneter melanda negeri, tak lagi ada iklan masuk mengucur receh demi receh ke kantong perusahaan. Kami para penyiar sempat tak dibayar beberapa bulan, tapi saya pribadi masih suka-suka saja menjalaninya. Hanya saja, keluarga keberatan, "kerja kok gak dibayar?". Meski orangtua masih memberi, namun pemberian dari orangtua tidak sebesar dulu untuk bayar kost dan kehidupan sehari-hari. Maka saya merasa tidak masalah selama saya masih punya uang sendiri dari hasil cuap-cuap. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun