Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Memetik Hikmah Isra Mi'raj dalam Perjalanan Hidup

12 Maret 2021   07:47 Diperbarui: 12 Maret 2021   08:08 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: https://www.freepik.com

Pembaca Kompasiana yang berbahagia,

In syaa Allah, kita semua telah mengetahui bagaimana kisah peristiwa Isra dan Mi'raj, perjalanan istimewa Rasulullaah SAW hingga bertemu Rabb-Nya. Melalui perjalanan inilah, beliau mendapatkan perintah shalat langsung dari Allah SWT. Melalui dakwah beliau, kita sebagai ummatnya melaksanakan ibadah ini yang berbeda dengan ibadah ummat lainnya.

Penulis mengenang kembali masa kanak-kanak, kala pertama kali mengenal shalat, memulai shalat, merutinkannya, dan pernah pula sempat melalaikannya, menangis tersedu mohon ampun atas kekhilafan dan kebodohan saya, dan hingga pada momentum dimana SHALAT TEPAT WAKTU adalah ikhtiar yang harus senantiasa dijaga keistiqomahannya.

Saat itu di era tahun 80-an, di lingkungan tempat tinggal kami, mengaji atau belajar di madrasah adalah hal yang aneh. Belajar seperti itu tidaklah 'kekinian'. Zaman itu adalah era anak-anak muda suka disko, tari-menari, menyanyi, dansa-dansi. Tapi tidak dengan keluarga kami. Meski keluarga kami pencinta seni, namun orangtua -terutama Ibu- menegaskan dan membatasi pergaulan anak-anaknya berkaitan dengan  perkumpulan yang demikian.

Ibu mendatangkan guru mengaji untuk kami. Tiap ba'da maghrib hingga Isya, saya dan kakak-kakak belajar mengaji bersama Bu Guru. Demikian saya memanggilnya. Hampir setiap hari kami mengaji, saat itu saya masih usia Taman Kanak-Kanak hingga kelas satu sekolah dasar. Sesekali, beliau mengajarkan kami bacaan sholat dan doa-doa harian.


Berlanjut saat saya duduk di bangku kelas dua sekolah dasar, Ibu memaksa saya mengikuti sekolah madrasah di siang hari usai pulang sekolah negeri. Saya belum mengerti dan paham tentang shalat. Perlahan seiring belajar di Madrasah, saya mulai mengenal sholat, sebagai tonggak berdirinya agama Islam yang saya anut. Kenangan setiap maghrib dan isya melalui shalat berjamaah di rumah, kenangan setiap ramadhan dengan tarawihnya bersama kawan-kawan,  sholat idul fitri dengan berjamaah di lapangan besar desa kami, adalah pengenalan jati diri kami sebagai seorang muslim.

Saat saya baru saja naik kelas empat, ayah saya dipanggil ke Rahmatullaah. Saya pun belum paham apa itu meninggal. Saya hanya tahu, ayah hanya pulang sebentar saja ke rumah nenek, paling juga nanti kembali lagi. Namun, selama seminggu tidak pulang, saya baru mengerti bahwa ayah sudah tiada. Dan sejak ayah berpulang, itulah awal saya merutinkan sholat di usia sembilan tahun.

"Nduk, mulai sekarang kamu harus sholat, gak boleh ditinggal sholatnya, kecuali kelak kamu dapet 'halangan'. Jangan lupa doakan ayahmu, karena doa anak yang sholeh dan sholehah lah yang diijabah oleh Allah." Demikian pesan Ibu. Saya hanya mengganguk, meski belum paham sepenuhnya. Yang penting ya shalat dan jangan sampai gak shalat, terus kirim doa buat ayah. Nasihat Ibu selalu saya laksanakan hingga kini. Mendoakan orangtua setiap usai sholat fardhu. 

Bertambah usia, bertambah pergaulan dan pengetahuan agama, saya makin mengerti dan memahami tentang shalat. Sungguh sangat rugi meninggalkan shalat, yang mana saya sempat melalaikannya di episode kehidupan.

Kini, di usia 40-an, benar adanya bahwa LIFE BEGINS FORTY's. Tingkat kematangan, kedewasaan, ujian, cobaan, kebahagian, rasa syukur, melimpah ruah dari keistiqomahan shalat tepat waktu. Mengusahakan hadir sebelum Allah memanggil dengan adzan yang merdu dan syahdu. Nikmat menjalani hidup, mengalir dengan rasa kasih sayang Allah melalui shalat. Kalau lagi mengangkat tangan, tengadah kepada Allah, rasanya sedang mengadu kepada orangtua sendiri.

Terimakasih, ya Rasulullaah!

Tanpamu, mungkin kami tak bisa mengenal Rabb Pencipta Alam Semesta. Allahumma shalli 'alaa sayyidina Muhammad!
Terimakasih atas segala bimbinganmu, Ya Rasul, sehingga kami mengenal apa arti nikmat iman dan nikmat islam. Serasa kami mengikuti perjalanan sucimu dalam Isra dan Mi'raj. Ijinkan kelak kami berkumpul di syurga Jannah-Nya bersamamu, ya Rasul.

Aamiin...aamiin...aamiin ya Rabbal 'Aalaamiin...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun