Mohon tunggu...
Susilawati
Susilawati Mohon Tunggu... Dosen - Penggiat Medsos. Sadar Berbangsa dan Bernegara. Jadilah pemersatu.

Penggiat Medsos. Sadar Berbangsa dan Bernegara. Jadilah pemersatu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kepemimpinan Lemah Menggoyahkan Stabilitas Negara

2 Agustus 2021   19:35 Diperbarui: 2 Agustus 2021   19:35 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membaca situasi nasional secara sederhana, melihat sejak hadirnya kepemimpinan nasional yang dimunculkan dari kader partai politik (parpol) namun memiliki citra positif mampu menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tehnis dan dianggap itulah sukses. 

Sejatinya untuk kepemimpinan nasional harus memiliki pengalaman global pada level internasional maupun nasional, hapal dan memahami karakter geografi, sumber daya manusia dan sumber daya alam Indonesia. 

Selain itu memiliki ciri kuat sebagai pemimpin handal dengan kemampuan mengelola seluruh sumber daya yang ada sebagai kekuatan strategi dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa dan menjalankan program kerja yang telah direncanakan dengan baik. 

Pada dirinya melekat karakter berpikir komprehensif dan integral, seringkali ini dimiliki hanya oleh elit parpol karena sebagai pengambil keputusan tertinggi secara tegas dan bijak, bisa menimbang dengan baik sebuah keputusan penting dengan rasa percaya diri dan bertanggung jawab.

Namun dalam sistem politik demokrasi popularitas ternyata memberi pengaruh lebih besar bagi pemilih ketimbang kapasitas dan integritas seseorang, akhirnya itulah yang menjadi pilihan rakyat. 

Rakyat berpikir untuk menjadi pemimpin nasional (presiden) harus melewati kepemimpinan-kepemimpinan lokal, dari lingkup terkecil, justru sebaliknya agar paham peta secara global dan dapat menyiapkan strategi dengan tepat harus muncul dari lingkup lebih luas. 

Ini yang menjadi salah satu pemicu persoalan bangsa saat ini akibat kepemimpinan nasional sejak awal terus mengalami pelemahan, masa kerja digunakan untuk penyesuaian diri (euforia) transisi dari pemimpin lokal ke pemimpin nasional, akhirnya banyak kebijakan dijalankan secara trial and error berdampak memunculkan kegaduhan seperti yang kita rasakan saat ini khususnya dalam menghadapi serangan wabah virus C19.

Bagaimana tidak, seharusnya seorang pemimpin nasional paham dan matang sebelumnya melihat karakter dan khas Indonesia yang penuh keberagaman sosial selain kepatuhan terhadap aturan konstitusi, agar memudahkan menjalani tugas-tugas yang diemban karena benar-benar telah siap. 

Akibat kurang paham memunculkan kesalahan pahaman nasional yang justru berbalik melemahkan pemerintahan itu sendiri, sementara ada tanggung jawab besar terhadap keselamatan hidup 270 juta jiwa anak bangsa yang dikhawatirkan terganggunya keamanan nasional dan berujung chaos.

Contoh, dalam sistem politik demokrasi ada checks and balances sebagai fungsi penyeimbang bagi jalannya pemerintahan agar tidak salah arah atau melenceng dari tujuan. 

Fungsi tersebut sejatinya dijalankan oleh trias politika yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif namun ketiga lembaga ini dirasakan tidak berfungsi baik sudah terdegradasi oleh eksekutif maka satu-satunya yang dapat menjalankan fungsi tersebut secara objektif adalah parpol atau legislator yang berada di luar pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun