Mohon tunggu...
Hasna A Fadhilah
Hasna A Fadhilah Mohon Tunggu... Administrasi - Tim rebahan

Saya (moody) writer. Disini untuk menuangkan unek-unek biar otak tidak lagi sumpek.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Resensi Buku "8 Etos Kerja Profesional"

1 September 2019   14:36 Diperbarui: 2 September 2019   10:58 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Judul Buku: 8 Etos Kerja Profesional

Pengarang: Jansen Sinamo

Penerbit: Institut Darma Mahardika

Tahun terbit: 2011

Tebal buku: xxiv + 350 halaman

Saya sebenarnya bukan tipikal orang yang menggemari buku-buku motivasi untuk dibaca, namun ketika diberikan buku ini oleh pimpinan saya di kantor. Cara pandang saya tentang buku dengan genre sama yang membosankan, justru berubah arah. Di dalam buku ini, etos kerja bukan melulu tentang mencapai kesuksesan secara duniawi yang diidentikkan dengan jabatan kerja tinggi, rumah mewah, kendaraan mahal, dan sebagainya. Justru sang penulis menggali lebih dalam dari itu. Walau tidak dipungkiri, bahwa sebagai manusia kita tentu berharap untuk menjadi mapan, namun etos kerja yang perlu dibangun oleh bangsa Indonesia seharusnya tidak sebatas memperkaya diri sendiri. Tetapi juga bagaimana etos kerja yang dibangun memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi alam dan lingkungan sosial tempat kita tinggal. Mencontohkan salah satu cerita CEO Jepang yang berupaya menyelamatkan perusahaan saat krisis, dimana ia tidak memilih untuk memecat separuh karyawannya, tapi malah mengurangi jumlah produksi dan memasarkan produk mereka dari rumah ke rumah untuk tetap bertahan. Kasus ini tentu saja membuat sang CEO amat dicintai karyawannya. Dari kisah tersebut, kita pun belajar bahwa profit maksimal bukan segala-galanya tapi bagaimana membangun budaya kekeluargaan antar kolega yang kini amat jarang dipraktikkan di era kompetitif seperti sekarang.

Kisah di atas, dalam buku Jansen, diibaratkan bahwa seorang pemimpin sedang menerapkan etos kerja kedua, yaitu kerja adalah amanah. Sebagai pemimpin, ia bertanggungjawab penuh terhadap kelangsungan hidup para karyawannya, sehingga ia tidak serta merta memutuskan untuk merumahkan mereka. Ia kemudian mengambil kebijakan anti-mainstream yang berisiko tinggi, namun akhirnya malah berujung memberi manfaat yang lebih luas.

Selain etos kerja tadi, etos kerja lain yang sebaiknya perlu diaplikasikan oleh generasi kita dalam kehidupan sehari-hari antara lain: kerja adalah rahmat, dimana ketika kita bekerja diharapkan kita bekerja tulus dengan penuh syukur. Selain selalu berpikir positif terhadap pemberian Tuhan yang kita dapatkan, kita juga perlu menempatkan kerja sebagai panggilan, yaitu apa yang kita lakukan harus didasari oleh nilai-nilai integritas dalam diri. Ketika sudah menghayati nilai-nilai integritas tersebut, tentu etos kerja juga tidak bisa terlepas dari aktualisasi, dimana kita perlu bekerja keras dengan penuh semangat.

Dalam mengangkat budaya etos kerja ini, konsep bekerja yang dimaksud oleh Jansen sebenarnya sudah merangkum teori-teori lain yang sudah berkembang sebelumnya. Bedanya jika teori Barat cenderung mengabaikan aspek spiritualitas, di buku ini Jansen banyak menggugah pembaca dengan ajaran-ajaran dari berbagai kitab suci. Bahkan ia menekankan bahwa bekerja merupakan ibadah dan pelayanan yang perlu dilaksanakan secara serius, penuh dengan kecintaan, kerendah hati-an dan pengabdian kepada Tuhan. Di sisi lain, ia juga tidak mengabaikan bahwa bekerja juga bisa menjadi suatu kerja seni yang dapat dilakukan dengan menonjolkan aspek kreativitas, sehingga kemudian dapat mendorong diri untuk menjadikannya sebagai bentuk kehormatan terhadap diri sendiri.

Hal menarik lainnya dari buku ini adalah etos kerja yang dicontohkan sebenarnya sudah banyak dipraktikkan oleh beberapa pemimpin di Indonesia seperti Bung Hatta, Baharudin Lopa misalnya, namun tentu itu perlu diwariskan ke generasi-generasi mendatang, sehingga harapannya apa yang dicita-citakan dalam gagasan revolusi mental dapat terwujud. Dalam penutupnya, sang penulis juga mencoba mengikis pesimisme yang mayoritas dari kita sering rasakan. Mengutip teori Schumacher tentang negara sukses, ia menambahkan tiga komponen utama yang perlu diprioritaskan bila bangsa kita benar-benar mau maju, yakni: pendidikan, keterampilan organisasional, dan etos kerja. Delapan etos kerja yang ia sebutkan itu tentu harus diinternalisasi dalam tiap diri manusia Indonesia tanpa terkecuali.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun