Jakarta. Pemerintah akan mengadakan program Sekolah Rakyat, yang direncanakan mulai beroperasi pada Juli 2025. Program ini dikelola oleh Kementerian Sosial (Kemensos) dan ditujukan untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu, dengan target 100 Sekolah Rakyat di seluruh Indonesia. Sekolah Rakyat merupakan bentuk pendidikan alternatif yang muncul sebagai respons terhadap ketidakmerataan akses pendidikan formal di Indonesia. Fenomena ini mencerminkan upaya masyarakat untuk mengatasi hambatan-hambatan yang menghalangi anak-anak dari keluarga kurang mampu dalam memperoleh pendidikan yang layak.
Â
Latar Belakang Diadakannya Sekolah Rakyat di Indonesia
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2024, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,22 juta orang (9,03%), dengan 0,83% di antaranya berada dalam kategori miskin ekstrem. Sementara itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencatat bahwa hanya sekitar 66,8% penduduk yang menyelesaikan pendidikan hingga jenjang SMA/sederajat, dengan angka yang lebih rendah di daerah perdesaan. Selain itu, terdapat sekitar 4,2 juta anak usia 6--18 tahun yang tidak bersekolah, disebabkan oleh keterbatasan ekonomi, akses geografis, serta minimnya sarana dan prasarana pendidikan. Dalam konteks ini, Sekolah Rakyat hadir sebagai solusi alternatif yang bertujuan memberikan akses pendidikan kepada anak-anak yang terpinggirkan dari sistem pendidikan formal.
 Sekolah Rakyat: Antara Harapan dan Tantangan
Pemerintah Indonesia berencana meluncurkan program Sekolah Rakyat pada tahun ajaran baru 2025, sebagai bagian dari upaya mengatasi ketimpangan akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem. Program ini bertujuan untuk menyediakan pendidikan gratis dengan fasilitas lengkap, termasuk asrama, seragam, dan makanan. Namun, meskipun niat baik di balik pendirian Sekolah Rakyat, terdapat berbagai tantangan dan kritik yang perlu diperhatikan agar program ini dapat berjalan efektif dan berkelanjutan:
1. Kualitas Pendidikan dan Kurikulum
Sekolah Rakyat direncanakan menggunakan "kurikulum plus-plus" yang menggabungkan pendidikan formal dengan pendidikan karakter, kepemimpinan, nasionalisme, dan keterampilan. Kualitas pendidikan yang diberikan sangat bergantung pada implementasi kurikulum ini. Jika tidak dirancang dengan matang dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal, kurikulum tersebut berisiko menjadi tidak efektif dan tidak relevan bagi peserta didik. Selain itu, keberagaman latar belakang peserta didik yang berasal dari keluarga miskin ekstrem memerlukan pendekatan pembelajaran yang sensitif dan adaptif.
2. Kesiapan Infrastruktur dan Fasilitas
Sekolah Rakyat akan dibangun di berbagai wilayah, termasuk Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan, dan Papua. Pemerintah menargetkan pembangunan 53 sekolah pada tahun 2025, dengan luas lahan minimal 5 hingga 10 hektare, mencakup ruang kelas, asrama, tempat ibadah, kantin, dan fasilitas olahraga. Namun, tantangan utama terletak pada kesiapan infrastruktur dan fasilitas yang memadai. Proses pembangunan dan renovasi fasilitas harus memperhatikan standar kelayakan, termasuk ketahanan bangunan terhadap bencana alam seperti gempa bumi. Selain itu, pemenuhan kebutuhan dasar peserta didik, seperti makanan bergizi dan tempat tinggal yang layak, harus dijamin agar mendukung proses pembelajaran yang optimal.
3. Rekrutmen dan Kualifikasi Tenaga Pendidik