Kaum JELITA mayoritas mengalami masa tak enak atau gamblangnya jaman kemiskinan. Era 1970-an adalah era ekonomi buruk saat kehidupan sebagai petani, pegawai kecil dan jabatan lain orangtua hidup secara pas-pasan. Bayangkan saja, saya saja yang punya ayah dan ibu kepala sekolah SD hidup melarat..ha..ha..
Kondisi ini menempa kaum JELITA bisa bertahan dalam kondisi ekonomi terpuruk...Juga tidak terkejut dan akan selalu rendah hati walaupun kaya..ha...ha
KESIMPELAN dalam menyikapi pasang surut hidup membuat kaum JELITA menikmati hidup... YANG SETUJU ANGKAT TANGAN..he..he..he
L= Â Lelah mencari uang bagian kebahagiaan, berleha-leha menghabiskan uang juga bagian dari kebahagiaan
Karena kesederhanaan dan kesimpelan hidup yang dianutnya, kaum JELITA menganut prinsip hidup HARMONI. Kerja keras menjadi salah satu bentuk bahagia dirinya. Dan berleha-leha menghabiskan uang juga adalah bagian terbaik dari kebahagian dirinya.
Kaum tua bekerja siang malam, serius, berpeluh darah, berkonflik dengan atasan, bekerja di bawah tekanan untuk segepok uang. Uang besar. Misalnya orangtua jaman dahulu (pedagang, petani) bekerja ditempa hujan, matahari panas demi anak sekolah. Sehingga muncul lagu-lagu misalnya. Anakhon hi do Hamoraan do au (aku akan menyekolahkan anakku setinggi-tingginya). Walaupun aku tak makan enak, tidur di dipan tipis, he..he
Kaum JELITA tetap menganut prinsip menyekolahkan anak setinggi-tingginya, tapi tetap ingat kebahagian dirinya juga. Misalnya saya, saya selalu mendorong anak-anak ikut kompetisi/lomba yang menarik hatinya, misalnya fashion, kecerdasan. tapi sebagai Ibu, saya juga ikut lomba-lomba sesuai passion saya. Misalnya Lomba Menulis. jadi piala yang berderet di rumah tidak hanya didominasi anak-anak. Termasuk orangtua ha..ha..
Jadi itulah ciri-ciri  simpel di era JELITA. Yang pasti bahagia, kreatif dan selalu bersyukur atas apa yang ada..