Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kita Butuh Menulis Setiap Hari di Kompasiana?

27 Maret 2017   16:36 Diperbarui: 27 Maret 2017   16:53 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: by Brad Johnson

Kenapa kita perlu menulis di Kompasiana setiap hari? Karena Kompasiana memungkinkan kita terlatih dan terbiasa menulis praktis. Apabila, stimulus dan respons itu terus-menerus di kondisikan dalam teori behavioristik. Tentu S-R menulis kita semakin reflektif.

Membiasakan menulis di Kompasiana tergolong bebas. Meski dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Namun, tidak seperti halnya di koran, misalnya. Ada tangan redaktur yang siap menyeleksi karya tulisan kita. Kita merasa tulisan sangat oke, istimewa. Redaktur merasa tak ada mutunya, sehingga ditolak tanpa pemberitahuan lagi paska kita kirimkan. Padahal, kita berupaya berlangganan koran guna mengecek terbit tulisan. Mengakses epaper koran di internet. Dan membuka email. Siapa tahu ada surat pemberitahuan terbit. Ternyata, nihil. Alias tak jelas di mana kuburan tulisan yang kita kirim?

Nah, di Kompasiana. Kitalah yang memilih rubriknya. Lalu, membuat judul. Mengumpulkan bahan, menulis/mengetik, mengedit, dan menayangkannya. Atau secara ringkas, di Kompasiana, Andalah jurnalis sekaligus redaktur atau editornya, serta tayangkan! Asal Anda tak mengklaim, Andalah pemilik Kompasiana! hehe

Setelah itu, tinggal tunggu. Tulisan kita berlabuh ke mana. Apakah artikel tulisan kita ditandai dengan warna biru muda hingga biru tua? Apakah tulisan kita masuk kategori pilihan, headline? Apakah artikel kita dalam dalam daftar nilai tertinggi? Terpopuler? Tren di Google? Gres? Ataukah sama sekali digeser hingga dibenamkan para penulis lain?

Duh, Dak Dik Duk, denyutan jantung penulis Kompasiana? 

Siapa sih yang tak puas dan bahagia kalau tulisannya di Kompasiana menjadi Headline? Tentulah, merasakan kebahagiaan yang mendalam. Meski yang dapat merasakannya hanya penulis. Bukan yang bukan penulis. Mungkin saking bahagianya karena tulisan di Kompasiana masuk, Headline. Spontan, Anda atau kita tawa sendiri, atau senyum sendiri. Yang membuat pasangan atau anak-anak Anda mengira, Anda sedikit mulai agak 'sinting' setelah ber-Kompasiana? Ahai!


Tapi harapan menulis biar populer dan mendapati vote dan fans haruslah dalam batas tertentu. Sebab, kalau itulah satu-satunya yang dijadikan landasan menulis di Kompasiana. Cepat atau lambat gairah menulis bisa kandas. Nah, perlu dan butuhlah niat, minat, tujuan, dan tindakan menulis di Kompasiana disertai nilai yang lebih universal, kemanfaatan dan kebaikan pribadi, orang lain, lingkungan, dan semesta. Biarpun, jika pada akhirnya tulisan kita tersisihkan dari kategori berkasta di Kompasiana. Tetaplah kita berupaya menulis di Kompasiana, karena nilai manfaatnya.

Manfaat 

Meski kelihatan sebagian penulis agak kurang beres, nyentrik, dan urakan. Dengan sedikit meniru gaya budayawan. Meski kastanya setingkat penulis pemula. Seperti cerita teman saya. Ada penulis yang dikenalinya, bawaannya seakan tak bisa diam. Ia menyebutnya, hiperaktif. Jari-jarinya seakan menekan alfabet keyboard komputer. Atau telapak tangan dan telunjuknya seolah menggeser atau mengklik mouse komputer, di mana-mana.  Itu gambaran sebagian kecil penulis yang agak keluar rel kepenulisan. Penulis demikian sedikit kelewat ekstrem. Padahal, masih banyak penulis yang rapi, bersih, tertib, bekerja, dan disiplin ketat. Jadi, kita butuh menulis setiap hari di Kompasiana. Setidaknya, beberapa manfaat berikut dapat dijadikan alasan pembenarannya:

Pertama, dapat menambah kebahagiaan. Sebagai contoh, kalau saya menulis satu artikel petang hari. Saya ingin sekali lebih cepat bangun subuh harinya, sekadar memantau tulisan saya. Membaca ulang. Kadang, saya merasa perlu lagi menyunting sedikit. Rasa sangat puas menatap tulisan terbit di Kompasiana atau dengan pencarian Google ganjaran yang sangat membahagiakan, memuaskan. Tapi, hal itu hanya bisa dirasakan penulis yang mengalaminya. Bukan teoritis, yang berteori, tapi tidak mengalami apalagi merasakannya.

Kedua, dapat melancarkan psikologis, jalan perasaan-pikiran menulis. Menulis di Kompasiana dapat mengalirkan ide lebih sederhana. Dibanding misalnya, kita menulis ke koran tertentu. Kadang, perasaan dan pikiran tersendat. Untuk tidak menyebutnya, terhambat. Lalu, lintas pikiran menulis yang bukan Kompasiana terlalu mengundang macet. Sebaliknya, di Kompasiana semacam jalan 'tol' menulis bebas hambatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun