Pokja Konstruksi merupakan sekumpulan pejabat yang dimana mempunyai peranan penting dalam melaksanakan kegiatan pelelangan atau tender, tetapi apakah mereka selalu bersih dalam menjalankan tugas dan kewajibanya?
Proses tender paket proyek yang dilakukan Pokja Konstruksi pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) di salah satu Kabupaten di Jawa Timur di sinyalir sarat rekayasa dan menjadi lahan para mafia tender. Hal ini di ungkapkan sejumlah rekanan yang ikut menawar di beberapa paket proyek yang di lelang ULP tersebut.
dalam sebuah kasus dimana suatu tempat sedang melaksanakan tender dengan nama paket : Renovasi xxxx xxxxx xxxxo (DAK dan Pendamping DAK) nilai Pagu sebesar Rp 1.593.416.000,00 dengan HPS sebesar Rp 1.579.476.000,00Penetapan Pemenang Lelangnya Diduga sarat rekayasa. “Pokja menggugurkan kami dengan alasan Personil yang diajukan telah digunakan untuk melaksanakan paket pekerjaan lain“, bahkan tidak diundang untuk klarifikasi paket pekerjaan tersebut. dimana salah satu peserta urutan terendah dimunculkan sebagai pemenang tetapi pemenang tersebut hanya memiliki sub kualifikasi K1 pada saat di cek di web lpjk.netpadahal peserta nomor 2 dan 3 memiliki sub kualifikasi K2. menurutPERATURAN MENTRI PU Nomor 08 Tahun 2011 bahwa
sub kualifikasi K1 hanya memiliki batas nilai satu pekerjaan Maksimum Rp 1 Milyar dan memeiliki 5 paket sesaat
sub kualifikasi K2 hanya memiliki batas nilai satu pekerjaan Maksimum Rp 1,75 Milyar dan memeiliki 5 paket sesaat
sub kualifikasi K3 hanya memiliki batas nilai satu pekerjaan Maksimum Rp 2,5 Milyar dan memeiliki 5 paket sesaat
dari kasus tersebut beberapa penyedia jasa merasa keberatan bahwa sub kualifikasi K1 boleh memenangkan paket sebesar HPS tersebut Rp 1.579.476.000,00 padahal calon pemenang nomor 2 dan 3 memiliki prasarat dan persyaratan yang lengkap tetapi Panitia berusaha mencari celah untuk menggugurkan peserta nomor 2 dan 3 tanpa melihat peserta nomor 1 itu memenuhi syarat atau tidak ini akan berakibat pada kualitas pekerjaan dalam hal sub bidang juga memiliki syarat pengalaman dan besarnya kontrak yang telah dilaksanakan bedasarkan pengalaman selama 10 tahun terakhir. setidaknya bila memang tidak ada yang lolos dalam persyaratan tersebut maka alangkah baiknya di retender atau tender ulang
dari sini kami menyimpulkan Panitia memiliki hubungan yang “Spesial” dengan peserta nomor 1 melihat kasus ini masih lemahnya kejujuran di aparat pemerintahan
dimana letak Kode etik sebagai PNS dan Pokja Konstruksi yang telah dilantik dan diberi penjelasan serta pengarahan tentang etender.
Karena Proses Lelang ini sudah sangat merugikan rekanan yang ikut di tender tersebut, Kami berharap Aparat penegak hukum mengusut tuntas dugaan penyalagunaan wewenang yang dilakukan oleh pokja ULP. (pers_blitar)