Fantasi sedarah merupakan suatu dorongan atau khayalan seksual yang tertuju kepada anggota keluarga yang masih memiliki hubungan sedarah dekat, seperti ayah dan anak perempuan, ibu dan anak laki-laki, atau antara saudara kandung maupun saudara tiri, atau kerabat dekat lainnya. Fantasi sedarah ini bisa jadi awal mula pemicu dari inses, tetapi tidak semua tindakan fantasi sedarah berujung pada inses. Fantasi sedarah dengan inses memiliki pengertian yang hampir sama tidak berbeda jauh. Inses merupakan istilah hubungan seksual nyata yang terjadi antara anggota keluarga yang memililki hubungan sedarah, seperti halnya orang tua dan anak kandung, saudara kandung, maupun kerabat dekat sedarah. Inses melibatkan kontak fisik dan dapat menyababkan kehamilan dengan resiko genetik dan konsekuensi sosial dan psikologis yang signifikan. Sedangkan fantasi sedarah hanya berupa dorongan atau khayalan seksual terhadap anggota keluarga yang memiliki hubungan darah dekat., tetapi belum direalisasikan secara nyata. Fantasi ini berupa cerita, khayalan, maupun konten digital yang dinormalisasikan oleh suatu kolektif.
Baru-baru ini mencuat berita tentang “Fantasi sedarah” yang menjadi buah bibir di salah satu platfrom media sosial yaitu facebook. Di laman facebook tersebut terdapat salah satu komunitas yang sering kali mengunggah konten eksploitasi anak dan pelecehan seksual terhadap keluarga sedarah. Sebuah komunitas online yang dikenal sebagai "Fantasi Sedarah" di media sosial Facebook berisi diskusi dan konten pornografi yang mengarah pada ketertarikan seksual dengan anggota keluarga sedarah. Sejak Agustus 2024, seorang admin berinisial MR membuat grup ini, yang telah mencapai sekitar 32 ribu anggota, dengan tujuan memberikan kepuasan pribadi kepada anggota dan berbagi konten dengan mereka. Selain itu, foto dan video korban,di antaranya ada anak di bawah umur. Sehinngga konten tersebut dapat termasuk dalam kategori pornografi anak. Setelah menjadi perhatian umum, grup ini berganti nama menjadi "Suka Duka", tetapi tetap memiliki konten yang sama. Grup ini sering membagikan gambar, video, dan cerita yang berkaitan dengan fantasi seksual sedarah, termasuk konten yang melibatkan anak-anak, yang jelas merupakan pelanggaran hukum dan termasuk dalam kategori pornografi anak. Pada awalnya, grup ini dibentuk untuk memenuhi keinginan pribadi admin, tetapi sekarang telah berkembang menjadi tempat berkumpulnya ribuan orang yang memiliki minat yang sama. Pihak berwenang telah menghentikan grup tersebut karena kontennya sangat berbahaya dan melanggar undang-undang. Masyarakat juga mengecam grup ini karena dapat merusak moral dan membahayakan keluarga dan anak-anak. Enam tersangka, termasuk admin dan kontributor aktif yang mengunggah serta menjual konten pornografi anak untuk keuntungan pribadi, ditangkap oleh Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri. Barang bukti, yang terdiri dari ratusan gambar dan video pornografi, disita dari perangkat yang dimiliki oleh para tersangka.
Dengan adanya komunitas “Fantasi sedarah” yang beredar di salah satu media sosial memberikan dampak sosial yang sangat serius, perilaku menyimpang terhadap keluarga sedarah yang merusak moral kekeluargaan. Grup ini secara tidak langsung mendorong dan menormalisasi fantasi dan perilaku seksual yang melibatkan keluarga sedarah, yang seharusnya dianggap tabu dan dilarang secara hukum, sosial, dan moral. Diskusi dan konten yang meromantisasi inses dapat membuat masyarakat, terutama anak-anak dan remaja yang terpapar, percaya bahwa hubungan sedarah adalah sesuatu yang normal atau bahkan dapat diterima. Selain itu, konten dan diskusi yang tersebar luas di antara anggota grup tersebut membahayakan kepercayaan keluarga dan masyarakat. Hubungan sedarah merupakan pelanggaran serius terhadap norma keluarga dan agama, sehingga keberadaan grup ini dapat merusak tatanan sosial dan prinsip kekeluargaan yang baik. Lebih jauh lagi, karena banyaknya konten yang mengandung pornografi anak dan pelecehan seksual, grup ini juga menjadi tempat eksploitasi anak-anak. Anak-anak yang terpapar konten ini atau menjadi korban kekerasan seksual berisiko mengalami trauma psikologis, gangguan perkembangan, dan kemungkinan menjadi korban kekerasan seksual dalam kehidupan nyata.
Konten fantasi sedarah yang tersebar luas di media sosial berdampak negatif terhadap psikilogis anak dan remaja. Anak-anak yang terpapar atau menjadi korban konten ini berisiko mengalami gangguan sosial dan emosional yang serius. Trauma yang mereka alami dapat menyebabkan mereka mengalami ketidakstabilan emosional dan kesulitan bergaul dengan teman sebaya, terutama jika pelecehan datang dari anggota keluarga sendiri. Selain itu, anak-anak lebih cenderung mengalami gangguan stres pasca-trauma (PTSD), yang ditandai dengan mengingat peristiwa traumatis, mimpi buruk, dan kecemasan yang berkepanjangan saat menghadapi situasi yang mengingatkan pada peristiwa traumatis tersebut. Di antara efek lainnya adalah penurunan rasa percaya diri dan harga diri anak. Korban pelecehan seksual sering merasa rendah diri, tidak berharga, dan bahkan merasa bersalah atau malu atas apa yang mereka alami, meskipun sebenarnya mereka adalah korban. Anak-anak dan remaja yang terpapar konten fantasi sedarah juga berisiko mengalami gangguan mental seperti kecemasan, depresi, dan dorongan untuk
Di dunia digital, edukasi seksual dan perlindungan anak sangat penting agar anak-anak dan remaja memahami batasan yang sehat dalam hubungan dan memahami bahaya pelecehan atau eksploitasi seksual. Mereka lebih siap untuk menghindari konten negatif dan kejahatan online seperti pornografi dan fantasi sedarah yang berbahaya jika mereka dididik dengan benar. Selain itu, melindungi anak di dunia digital memastikan bahwa mereka tidak mudah mengakses konten berbahaya dan bahwa mereka dapat mendapatkan bantuan jika mengalami gangguan. Di era teknologi saat ini, sangat penting untuk menjaga kesehatan mental dan perkembangan anak agar mereka tumbuh sehat dan aman.
Komunitas “Fantasi sedarah” yang ada di media sosial facebook banyak melanggar undang-undang dan hukum yang ada di Indonesia salah satunya yang berkaitan dengan pornografi anak dan penyebaran konten eksploitasi seksual anak. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi, UU ini mengatur terkait pornografi, termasuk larangan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi. Apabila di langgar maka akan dikenai pidana penjara minimal 6 bulan dan maksimal 12 tahun serta denda uang sebesar Rp250 juta hingga paling besar Rp6 miliar.
Telah di atur dalam KUHP lama yang masih berlaku hingga saat ini dan UU Nomor 1 tahun 2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung seajak tanggal diundangkan, yakni tahun 2026. Mengatur tindak pidana orang tua yang perkosa anak kandung, tertulis pada pasal:
Pasal 418:
- Setiap Orang yang melakukan percabulan dengan Anak kandung, Anak tirinya, Anak angkatnya, atau Anak di bawah pengawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh atau dididik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Pasal 419
- Setiap Orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain berbuat cabul atau bersetubuh dengan orang yang diketahui atau patut diduga Anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
- Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Anak kandung, Anak tiri, Anak angkat, atau Anak di bawah pengawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
Selain itu, Pasal 27 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengatur larangan menyebarkan konten elektronik yang melanggar kesusilaan, termasuk pornografi anak, dengan ancaman pidana yang diperberat jika melibatkan anak-anak
Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab atas pelaporan dan penghapusan konten berbahaya di internet, seperti pornografi anak dan fantasi sedarah. Masyarakat dapat melaporkan berbagai konten negatif secara mudah dan cepat melalui layanan aduan resmi Aduankonten.id yang dibuat oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Setiap laporan yang diterima akan diverifikasi dan diperiksa oleh tim khusus untuk memastikan bahwa informasi tidak tersebar luas. Pemerintah juga mengeluarkan peraturan ketat yang mewajibkan platform digital untuk menghapus konten pornografi anak dalam waktu paling lama 4 jam setelah laporan diterima. Jika platform tidak mematuhi aturan ini, mereka dapat dikenai sanksi administratif, bahkan mungkin kehilangan akses ke layanan mereka. Kebijakan tersebut ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kominfo Nomor 522 Tahun 2024 dan didukung oleh sistem pengawasan yang disebut SAMAN (Sistem Kepatuhan Moderasi Konten). Sistem ini memantau kepatuhan platform secara real-time.