Di musim penghujan, biasanya guyuran hujan terjadi beberapa kali dalam sehari. Meskipun tidak menganggu aktivitas karena selama pandemi saya berkegiatan di rumah saja, saya tetap pergi ke beranda untuk melihat rinai air hujan.
Di suatu sore, saya bertanya kepada adik laki-laki saya. "Dek, hujan lagi yah? Petirnya ngeri banget" Jawaban tidak terduga meluncur dari mulutnya. Ia berkata bahwa hujan ini terjadi karena Dewa Zeus sedang marah di langit. Lantas aku menjawab siapa Dewa Zeus itu. Dan dia menjelaskan kalau Dewa Zeus adalah dewa dari para dewa yang memiliki kekuatan petir melalui trisula-nya.
Aku hanya tertawa mendengar isi kepalanya. Keesokan harinya, konsentrasiku terganggu lagi karena mendengar suara rintik hujan. Hari ini lebih deras dari hari kemarin. Aku menghampiri adikku lagi dan bertanya, "apakah hari ini Dewa Zeus sedang marah lagi?" Dia menjawab "Ia. Bedanya kali ini Dewa Zeus sedang bertengkar dengan Dewa Neptunus." Lagi-lagi aku terkejut, siapa pula itu lagi. Dan dia menjelaskan dengan sabar kalau Dewa Neptunus adalah Dewa yang menjaga lautan. Lalu kami berdua tertawa bersama.
Keesokan harinya, seperti yang sudah aku duga. Hujan akan turun setiap hari di bulan ini. Tanpa hari libur. Aku bergegas ke luar kamar dan bertanya kepada adikku, apakah hari ini Dewa Zeus masih bertengkar dengan Dewa Neptunus?. Dia menjawab dengan santai, hari ini Dewa Zeus melawan Dewa Krypto. "Aduhai, siapa lagi itu wahai adikku?" tanyaku dengan antusias. Dia berkata kalau itu adalah Dewa Matahari, ia marah karena hujan terus-terusan.
Sungguh, percakapan ini tidak dibuat-buat. Aku saja kagum dengan cara berpikir adik laki-lakiku yang sudah berusia 14 tahun. Ajaib.
Beban dan tekanan pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk rasanya seperti lenyap karena obrolan singkat beberapa detik yang kami lakukan.
Kali ini aku menyadari, kalau hujan lebih istimewa dari sekadar turun membawa kenangan. Ada jutaan imajinasi yang terkandung dalam setiap bulirannya. Yang membedakan hanya kacamata kita dalam memandangnya.