Mohon tunggu...
Sindi Darmawan Prasetyo
Sindi Darmawan Prasetyo Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca yang ingin menulis

Menulis sedikit tapi bermanfaat, karena memberi inspirasi lebih penting dari sekedar menjadi viral

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Fenomena "Work From Hell" di Tengah Imbauan "Work From Home"

26 Maret 2020   17:17 Diperbarui: 30 April 2020   18:57 1937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: hukumonline.com

Pengusaha juga belum melihat jaminan ketahanan ekonomi yang ditawarkan pemerintah di balik imbauan WFH. Pemerintah tidak mengatur secara rinci cara bekerja di rumah dan konsekuensi bagi pelaku usaha yang tidak menerapkannya. Sehingga pengusaha masih menganggap WFH sebatas imbauan.

Nasib Pekerja

Jika pengusaha tidak mampu menghindarkan resiko bisnis dan terlanjur mewajibkan pekerja untuk bekerja, lalu bagaimana nasib pekerja?

Dari kepentingan pekerja, ada hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, yang diatur dalam UU No.13 Tahun 2013 tentang ketanagakerjaan.

Tapi rasanya sulit berharap mendapat perlindungan kesehatan di tengah keterbatasan seperti sekarang. Untuk mendapatkan masker, hand sanitizer atau APD lain secara pribadi saja sulit, apalagi jika perusahaan harus menyediakan itu untuk seluruh pekerjanya

Belum hilang risiko ancaman kesehatan, pekerja dihadapkan pada risiko ekonomi. Beberapa perusahaan menerapkan pemotongan upah.

Dikutip dari asumsi.co (19/3), Zahra yang bekerja pada perusahaan ritel di Jakarta mengatakan perusahaan tempatnya bekerja menetapkan kebijakan pemotongan gaji sebesar 20% bagi karyawan yang bekerja purna waktu dan potongan 50% bagi karyawan yang bekerja dari rumah.

Begitu pula pengalaman Mazda, reporter kontrak sebuah majalah lifestyle yang harus rela masuk kerja secara normal walaupun gajinya dipotong 20%. "Alasan dari kantor, pendapatan turun dan banyak klien yang cancel," ucap Mazda.

Kebijakan pemerintah melalui SE Kemenaker menyinggung soal perlindungan pengupahan pekerja terkait Covid-19. Namun pemerintah hanya melarang pemotongan upah pada pekerja yang tergolong ODP (orang dalam pemantauan), suspect maupun positif Covid-19.

Kebijakan ini cukup melindungi hak pendapatan pekerja yang terdampak (ODP, suspect, positif), tapi tidak cukup melindungi keseluruhan pekerja lain yang beresiko terdampak.

Menerapkan WFH yang sebenarnya
Hal yang membuat WFH gagal diterapkan adalah tidak ada regulasi yang tegas. Dasar pelaksanaan WFH adalah SE Kemenaker yang pelaksanaannya diserahkan kepada Gubernur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun