Mohon tunggu...
Si Murai
Si Murai Mohon Tunggu... Editor - Itu, burung kecil berekor panjang yang senang berkicau!

“Do not ask who I am and do not ask me to remain the same. More than one person, doubtless like me, writes in order to have no face.” ― Michel Foucault

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Oh, Both Sides Now...

23 Juni 2022   13:10 Diperbarui: 23 Juni 2022   14:01 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Hari itu aku tiba saat gelap sudah turun. Berjalan aku menyusuri gang rumah dengan perasaan yang gak karuan. Ikut pusing aku memikirkan jalan keluarnya, padahal itu bukan masalahku. Ini masalah yang sedang dialami oleh teman dekatku, dan aku sangat iba. 

Sepanjang jalan pulang dari kantor di dalam bus, aku menerima telepon darinya untuk mendengarkan segala keluh kesahnya. Aku yang menawarkan diri untuk mendengarkan karena kutahu dia butuh itu.

Berjalan kaki sambil menunduk dan mereka-reka apa yang bisa dia lakukan, begitu hampir sampai di pagar rumah, kutegakkan kepalaku dan terpukau melihat sesosok laki-laki yang sedang berdiri di situ. Ya, suamiku! Entah mengapa melihatnya berdiri magrib itu sangat memukaukanku. Tumben, berarti dia sedang menungguku pulang, dong!

"Eh, botak! Lagi ngapain?" sapaku sambil agak tertawa gak jelas.

"Nungguin kamulah! Anak-anak pada tidur," jawabnya.

Seringnya kalau aku pulang, dia sedang sibuk bersama ternaknya: ikan-ikan guppy dan endler. Entah itu lagi memisahkan anak ikan yang baru terlahir, menguras wadah, pokoknya kesibukannya dia sebagai farmer, deh! Tapi, mungkin karena anak-anak sedang tidur, jadi dia mantengi aku pulang.

Masuklah aku ke rumah dan mendapati anak-anak sedang terlelap yang bagiku seperti dua buah hp yang sedang di-charge. Sekitar sejaman lagi juga mereka akan bangun ketika merasa energi sudah kembali terisi untuk kemudian beraktivitas layaknya berada di play ground hingga lewat tengah malam. Sudah begitu ritme mereka selama dua minggu terakhir, bikin orang tuanya tepar.

Kulihat hp-ku, ternyata ada chat dari suamiku sore tadi bertanya tentang aku sudah ada di mana. Setelah berganti baju, lalu cuci kaki dan tangan, sebelum Salat Magrib kusempatkan diri mengobrol dengannya di bangku beranda sambil ngemil lontong yang kubawa dari kantor.

"Ternyata benar, Yay, komunikasi itu adalah yang terpenting di antara suami dan istri," ujarku membuka perbincangan yang sedikit membahas tentang masalah temanku itu. "Sekarang aku ikut bingung, dia harus bagaimana, ya?" kataku menutup cerita.

Kutinggalkan dia setelah berbincang lumayan panjang untuk mengambil wudu. Kusadari, lampu ruangan diganti; masih warna kuning, tapi yang ini lebih redup, membuat suasana menjadi lebih hangat. 

Musik yang disetel suamiku dari tadi itu adalah instrumen lagu Both Sides Now dengan aransemen yang baru kudengar. Ada piano, nada yang jazzy. Paginya kulihat itu adalah permainan Pat Coil feat. Danny Gottlieb & Jacob Jezioro. Lagu yang pernah dinyanyikan Joni Mitchell ini adalah favoritku. Liriknya sangat menyayat hati dan mencerminkan misteri kehidupan...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun