Realitas kehancuran dan tragedi yang telah menimpa masyarakat melukiskan betap ekspansifnya masyarakat, dimana masyarakat ideal jauh dari realitas, hanya sekedar ilusi.Â
Narasi dan fiksi dari Utopia Papua hanya bertujuan untuk mengeksplorasi struktur sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat dalam entitas imajinasi, impresi, idiom dan manifestasi semu.
Lukisan tentang Utopia Papua, surga dimana manusia bebas dari ikatan hukum, manusia berhak hidup mengekspresikan potensinya dengan keakyaan alam, tanpa kekerasan, persekusi, ketidakadilan dan kemiskinan.Â
Mengapa manusia mendalilkan bahwa Papua adalah masyarakat yang ideal? Padalah masih sangat jauh dari harapan dan kenyataan. Memang dunia yang satu ini hanyalah sekedar lelucon dan khayalan yang dipengaruhi oleh konstruksi sempit tentang Papua.
Setiap orang tentu membutuhkan ketenangan, kebahagian, kedamaian dan ingin melepaskan diri dari belenggu yang membuat hidup manusia semakin sengsara dan pelik. Kejahatan, kekerasan, tangisan dan ratapan tidak mungkin terjadi jika kehidupan manusia didasarkan cita-cita yang relatif dan esensial.
Interpretasikan suatu tempat yang nyaman, adem sekali, tenteram dan indah memang merupakan suatu hal menyenangkan bukan? Namun terkadang manusia melakukan kesalahan dalam mengartikan sesuatu diluar nalar dan logika dengan dalil-dalil yang tidak mencerminkan realitas.
Utopia itu dambaan, tapi mustahil dicapai. Manusia itu ideal, lalu bagaimana caranya mewujudkan Papua tempat ideal dari bagian yang belum lengkap?
Selama ini konsep Papua sebagai surga ideal berubah drastis menjadi menjadi neraka yang dramatis dan hampa. Asumsi masyarakat mengenai Utopia dan Distopia memang benar, namun ditentukan oleh propsek manusia melihat Papua dengan tingkat kebahagiaan dan kesedihan.