Mohon tunggu...
Seno Rocky Pusop
Seno Rocky Pusop Mohon Tunggu... Penulis - @rockyjr.official17

सेनो आर पूसॉप जूनियर

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Napak Tilas Jemaat GKI Paulus Dok V Jayapura

24 Maret 2022   20:50 Diperbarui: 11 Juli 2022   07:12 1873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jemaat GKI Paulus Dok V Jayapura Tahun 1960 (Facebook/Camp Remaja Se-Klasis Jayapura)

Seusai kemenangan sekutu atas Jepang, maka pada tanggal 15 Agustus 1945 Jenderal Douglas MacArthur sebagai Panglima Balatentara Sekutu, mengeluarkan maklumat mengenai status Hindia Belanda, termasuk di dalamnya menyangkut kedudukan Papua.

Isi maklumat itu adalah mengembalikan Papua dan seluruh Hindia Belanda kepada pemerintah Belanda sebagaimana status sebelum perang.

Pemerintah Belanda membentuk suatu organisasi pemerintahan sementara yang disebut Nederlandsch-Indische Civiele-Administratie (NICA), yang bertugas mengambil alih dan menata kembali administrasi pemerintahan di Papua (New Guinea).

NICA pun dengan segera melaksanakan tugasnya. Pihak Gereja di Belanda, terutama Nederlands Hervormde Kerk (NHK), sangat menyadari bahwa lambat laun atau cepat Papua akan diserahkan kepada Republik Indonesia.

Oleh karena itu, sejak tahun 1946 pihak Zending der Nederlands Hervormde Kerk (NHK) dan Zending der Gereformerde Kerken (ZGK) menyepakati suatu crash-programe selama satu dasawarsa pembangunan kembali pekerjaan Gereja di Papua, yang di dalamnya orang Kristen Papua dipersiapkan dan diberdayakan untuk memimpin diri sendiri dalam kehidupan bergereja di Papua.

Jika di suatu waktu bangsa Belanda harus benar-benar angkat kaki meninggalkan negeri ini. Puncaknya adalah pada tahun 1956 seluruh jemaat hasil pekabaran injil di Nieuw Guinea (sekarang: GKI di Tanah Papua).

Tidak semua orang Belanda memeluk agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik. Ada juga orang Belanda yang tidak beragama karena mereka ateis atau humanis.

Sampai pada tahun 1963 banyak orang asing (Belanda) bukanlah anggota gereja. Sekalipun jumlah mereka tidak sebanyak jumlah yang beragama Kristen.

Namun tampaknya gaya hidup mereka sedikit banyak membingungkan bagi orang Kristen bukan-Belanda, terutama bagi orang Papua yang beragama Kristen.

Terlihat bahwa jumlah orang Belanda yang membutuhkan pelayanan rohani secara Protestant dan Katolik cukup besar. Hal ini memperlihatkan bahwa Wilayah Dok V (Noordwijk) sebelum menjadi salah satu tempat hunian warga Belanda karena masih dalam tahap pembangunan.

Pembangunan di Dok V sebenarnya tinggal meneruskan pekerjaan pembangunan yang sebelumnya sudah dilakukan oleh sekutu.

Pada tahun 1954 pembangunan sarana-sarana penting mulai dilakukan secara khusus. Bangunan terpenting yang dilakukan antara lain ialah Protestantse Pauluskerk (sekarang: Gereja “Paulus”).

Namun bagaimana pun juga, perlakuan khusus ini sedikit banyak memperlihatkan kecenderungan masyarakat Belanda di Holandia secara khusus dan di seluruh tanah jajahannya secara umum, yang berusaha mempertahankan sifat eksklusif mereka. Sifat ini akan terlihat berpengaruh juga di dalam kehidupan bergereja di Papua dalam periode ini.

Gerakan oikumene (1946-1955) menciptakan iklim rohani yang baik sehingga badan-badan Zending dari Gereja-gereja Belanda, yakni (ZNHK) dan (ZGK), kemudian bekerja sama dalam menopang perkembangan kekristenan di Papua secara umum dan pelayanan rohani bagi warga negara Belanda warga negara secara khusus.

Pada masa persiapan pemandirian GKI di New Guinea, jemaat ini agaknya memainkan peranan yang cukup penting, baik dari segi perdanaan maupun dari segi pemikiran dan organisasi.

Para pendeta dari jemaat tersebut ikut bersama dalam memberikan sumbangan pemikiran mengenai proses gerejawi tersebut, terutama sekali dalam konperensi para pendeta Zending yang dilakukan tahun 1950 dan 1951 dan dalam Proto-Sinode tahun 1954 di Serui.

Oleh karena itu, maka dalam Tata Geraja Jemaat berbahasa Belanda dan Klasis berbahasa Belanda diakui keberadaannya.

Orang-orang Belanda yang beribadah di Kloofkerk di perkirakan berasal dari Wilayah Hamadi, Argapura, Polimak, Holandia-haven, APO atau Oranjelaan.

Noordwijk (Dok 5), l dan Base G. Ibadah di Kloofker berlangsung sampai ditahbiskannya gedung Pauluskerk (Paulus Capel) di Dok V tahun 1955.

Pembangunan gedung Protestantse Pauluskerk mulai dilaksanakan secepat-cepatnya pada Desember 1954 atau selambat-lambatnya awal tahun 1955.

Pekerjaan pembangunan yang hanya berlangsung dalam tempo waktu tiga bulan lamanya. Pada triwulan pertama tahun 1955 gedung gereja Paulus (Protestantse Pauluskerk) selesai dibangun.

Peresmiannya dilakukan pada tanggal 31 Maret 1955, dan Gubernur Nederlands Niew Guinea, Dr. J. A. Van Baal ikut memberikan Sambutan.

Peresmian gedung gereja dilaksanakan berbarengan dengan peringatan satu abad pekabaran Injil di Tanah Papua.

K. W. C dan H. J. Van Doomik menyebut gedung ini sebagai suatu kapel, sedangkan Hern Renwarin dan John Pattiara menyebutnya sebagai kerk (lengkapnya: Protestantse Pauluskerk).

Kata “kapel” (Latin: Capella) menuju kepada gedung gereja kecil yang menjadi tempat beribadah atau tempat sembahyang dalam kelompok biara.

Sedangkan sebutan kerk, dari kata Latin: kuriake yang berarti “kepunyaan atau milik Tuhan”, lazim digunakan dalam literur tertulis untuk menyebutkan suatu komunitas Kristen yang secara resmi terhimpun dalam suatu organisasi kegerejaan.

Memasuki tahun 1956 diadakan persiapan-persiapan bagi Sidang Sinode Umum Pertama Jemaat-jemaat hasil pekerjaan zending salah satu abad di Papua.

Dalam rangka persiapan jemaat-jemaat berbahasa Belanda juga berpartisipasi di dalamnya, termasuk jemaat dari Pauluskerk.

Berdasarkan ketetapan Sinode Umum itu maka, dengan sendirinya Pauluskerk di Noordwijk menjadi salah satu jemaat GKI di Tanah Papua.

Jemaat Pauluskerk di Noordwijk memiliki perbedaan tertentu di dalam pola peyanan dari pada pelayanan-pelayanan jemaat GKI berbahasa Melayu Hollandia.

Pada umumnya praktek pelayanan mengikuti praktek berjemaat di gereja-gereja Belanda, walaupun secara azasi hal itu tidak berbeda dari semua Gereja Kalvin mana saja, termasuk GKI di Tanah Papua.

Keanggotaan dalam jemaat GKI Pauluskerk ini terdiri anggota-anggota gereja protestan Belanda yang secara oikumenis bekerja sama di Papua, yakni Nederlands Hervormde Kerk (NHK) atau Gereja Hervormd Belanda, Gerevormeerde Kerken (GK) atau Gereja Reformird Belanda, Gereja Luteran Belanda, dan gereja-gereja protestan lainnya.

Hal Ini berarti bagi gereja Hervormd Jemaat GKI Pauluskerk merupakan salah satu jemaat yang secara sinodal terikat dengan seluruh Jemaat GKI lainnya di Tanah Papua.

Sedangkan bagi jemaat Gereja Reformird, Jemaat GKI Pauluskerk adalah satu jemaat yang mandiri pada dirinya sendiri, dan tidak ada dalam satu hubungan terikat dan terstruktur secara sinodal dengan jemaat-jemaat lain.

Gedung Gereja Baru Jemaat GKI Paulus Dok V Jayapura yang diresmikan 26 Oktober 2018 (Fanpage/GKI Paulus Dok V Jayapura)
Gedung Gereja Baru Jemaat GKI Paulus Dok V Jayapura yang diresmikan 26 Oktober 2018 (Fanpage/GKI Paulus Dok V Jayapura)
Sejak berdirinya, Jemaat GKI Pauluskerk menjadi suatu jemaat yang kuat secara finansial. Hal ini tidak mengherankan karena kawasan Noordwijk menjadi kawasan elit di seluruh Papua saat itu.Apalagi salah satu anggota dari jemaat ini adalah Gubernur Nederlands Nieu Guinea, yakni Dr. J. Van Baal dan penggantinya P. J. Platell dengan jemaat GKI Pauluskerk bersama-sama dengan semua jemaat berbahasa Belanda lainnya, menjadi penyandang dana yang diandalkan oleh Badan Pekerja Sinode Umum (BPSU).

Menuju masa berakhirnya GKI Pauluskerk, jemaat-jemaat berbahasa Belanda menciut drastis, karena semua anggota jemaat berbahasa Belanda harus meninggalkan Papua.

Akibat konflik Politik antara RI dan Kerajaan Belanda mengenai status Papua. Peraktis jemaaat-jemaat berbahasa Belanda tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya.  

Untuk mempertahankan Jemaat GKI Pauluskerk sekali mengendalikan prosespengalihan. Sejak Mei 1963 keanggotaan jemaat mulai mengalami proses heterogenisasi dengan masuknya secara perlahan anggota-anggota jemaat baru yang bukan belanda.

Pada saat yang bersamaan mulai terjadi proses keluar warga jemaat asal Belanda, harus segera meninggalkan Niew Guinea.

Pada bulan September 1963 Jemaat GKI Pauluskerk resmi berakhir, setelah kurang lebih sembilan tahun lamanya hadir di tengah masyarakat Kristen Papua.

Semua asetnya diserahkan kepada GKI di Tanah Papua, dengan demikian berakhirlah dan berdirilah sejarah Jemaat GKI Paulus Dok V Jayapura.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun