Mohon tunggu...
Silvia Fibrianti
Silvia Fibrianti Mohon Tunggu... Hamba Allah SWT

Kuliner dan Traveling

Selanjutnya

Tutup

New World

World App dan Orb: Identitas Digital Global dan Risiko Privasi

4 Mei 2025   21:39 Diperbarui: 7 Mei 2025   20:56 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi Pemindaian Retina (Sumber: Rest of World)

World App adalah aplikasi yang terhubung dengan proyek Worldcoin, inisiatif kripto dan identitas digital global. Melalui World App, pengguna bisa membuat World IDE, semacam paspor digital global dengan memverifikasi diri menggunakan Orb, sebuah alat pemindai mata. Inilah mengapa belakangan muncul antrean panjang di Bekasi dan Depok: banyak orang rela memindai iris mata untuk mendapatkan imbalan uang tunai.

Apa Itu World App dan Orb?

World App merupakan pintu masuk ke ekosistem Worldcoin, sebuah proyek yang diciptakan oleh Sam Altman (pendiri OpenAI) dan kolega. Tujuan utamanya adalah membangun jaringan identitas dan keuangan global. Salah satu inti Worldcoin adalah World ID, identitas digital unik setiap pengguna. Dalam praktiknya, pengguna aplikasi ini diminta untuk mendaftarkan diri dan memindai iris mata menggunakan Orb. Hanya dengan satu kali scan iris di Orb, Worldcoin memastikan seseorang adalah manusia nyata dan belum pernah mendaftar sebelumnya. Setelah proses ini, pengguna mendapatkan World ID, yang dapat dipakai sebagai "paspor digital" untuk layanan Web3 generasi baru. Worldcoin menyebut Orb hanya menyimpan "IrisHash" (kumpulan angka hasil pemindaian) dan akan menghapus foto mata asli kecuali diminta pengguna. Dengan skema ini, setiap individu hanya mendapat satu akun kripto agar tidak ada "bot" atau pendaftar ganda.

Gambar Fitur World App (Sumber: Playstore)
Gambar Fitur World App (Sumber: Playstore)


Cara Kerja Pemindaian Retina

Saat mendaftar, pengguna mengunduh World App dan mengunjungi titik pemindaian resmi. Di sana, mereka menatap Orb berbentuk bola dan meletakkan mata di dekat alat tersebut. Orb memotret iris (bagian mata berwarna yang unik bagi setiap orang) untuk membuat kode identifikasi pribadi. Proses ini diklaim tidak menyertakan nama atau data pribadi lain, hanya pola iris yang diubah menjadi kode anonim. Worldcoin menyatakan semua data pengguna dienkripsi dan disimpan di perangkat sendiri, sehingga "tidak ada yang memiliki data Orb Anda selain Anda sendiri". Setelah pemindaian, pengguna menerima World ID sekaligus alamat dompet kripto Worldcoin yang terhubung ke app.

Gambar ilustrasi Pemindaian Retina (Sumber: Rest of World)
Gambar ilustrasi Pemindaian Retina (Sumber: Rest of World)

Antrean Imbalan Tunai di Bekasi dan Depok

Fenomena antrean di Bekasi dan Depok muncul karena iming-iming imbalan uang. Sejumlah warga yang mendaftar dan memindai iris melaporkan mendapat dana antara Rp200 ribu hingga Rp800 ribu. Gelora News mencatat antrean mulai remaja hingga lansia memenuhi kantor pendaftaran World App di Bojong Rawalumbu, Bekasi, setiap hari. Seorang pedagang setempat mengonfirmasi bahwa warga "katanya sih dapat 200 ribu langsung" begitu selesai scan. Uang itu dikirim ke rekening peserta dalam waktu 1x24 jam setelah registrasi. Imbalan ini berasal dari distribusi token kripto Worldcoin yang dijanjikan untuk setiap orang yang mau "menyerahkan" data iris mata mereka. Bagi sebagian orang, tawaran itu terlalu menarik untuk dilewatkan, mengingat imbalan tunai langsung dalam jumlah ratusan ribu rupiah.

Konteks Global: Worldcoin dan Inklusi Digital

Worldcoin diluncurkan pada Juli 2023 dan sudah menjaring jutaan pengguna di seluruh dunia. Menurut laporan terakhir, lebih dari 5 juta orang di 160 negara telah mendaftar dengan pemindaian mata. Altman menegaskan visi Worldcoin adalah menciptakan "identitas dunia" yang mirip dengan sistem biometrik Aadhaar di India. Dengan World ID, orang bisa membuktikan mereka manusia asli tanpa mengungkapkan identitas lain, teknologi kriptografi canggih memverifikasinya secara anonim. Ide besar ini adalah bagian dari konsep bahwa setiap manusia berhak mendapatkan akses inklusif ke ekosistem digital dan keuangan global, bahkan model seperti penghasilan dasar universal kripto.

Namun, di banyak negara proyek ini menuai kontroversi. Regulator perlindungan data di Hong Kong memerintahkan Worldcoin menghentikan operasinya, menyebut pemindaian iris masyarakat sebagai "tidak perlu dan berlebihan" dan berisiko tinggi. Di Spanyol, AEPD melarang sementara proyek Worldcoin karena pemrosesan data biometrik dianggap "berbahaya bagi perlindungan data pengguna". Walau Worldcoin mengklaim patuh hukum dan keamanan data terjamin, regulator di beberapa negara (termasuk Eropa) khawatir basis data biometrik global ini bisa disalahgunakan atau bocor.

Risiko Privasi dan Keamanan Biometrik

Kekhawatiran utama terkait World App dan Orb adalah privasi data biometrik. Data iris atau retina termasuk sangat sensitif dan unik; jika bocor, sulit diganti seperti ganti password. Pemrosesan biometrik rawan disalahgunakan, misalnya untuk melacak atau mengidentifikasi orang di berbagai layanan tanpa izin. Regulator Spanyol menegaskan data biometrik adalah "berisiko tinggi karena sangat sensitif". Hong Kong bahkan menilai pengumpulan foto iris secara massal sebagai tindakan yang berlebihan. Ancaman lain, meski Worldcoin mengklaim hanya menyimpan IrisHash, sejumlah pihak menyoroti potensi "function creep" bila suatu saat data itu digunakan untuk tujuan lain (misalnya kepentingan politik atau komersial). Selain itu, skema imbalan uang menarik perhatian bahwa orang mungkin memandang enteng risiko privasi demi keuntungan jangka pendek.

Worldcoin dalam materi promosinya meyakinkan bahwa operasi ini "dirancang untuk menjaga privasi". Namun beberapa ahli tetap skeptis. Misalnya, jika algoritme gagal benar-benar menghapus data mentah atau sistem keamanan diretas, identitas biometrik jutaan orang bisa terekspos. Data dalam foto iris juga bisa dipakai untuk rekonstruksi biometrik lain (seperti pemindaian wajah), menambah kerentanan. Singkatnya, meski teknologi ini inovatif, banyak pengamat menilai kita belum cukup yakin privasinya aman sebelum ada audit independen dan regulasi ketat.

Perlindungan Data Pribadi di Indonesia

Dari sudut hukum Indonesia, data biometrik termasuk kategori "data spesifik" yang mendapat perlindungan khusus. UU No.27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang mulai berlaku 17 Oktober 2024 menetapkan bahwa pengumpulan data sensitif seperti biometrik hanya boleh dengan izin eksplisit dan tujuan jelas. Setiap perusahaan atau lembaga yang mengelola data pribadi wajib menunjuk pejabat perlindungan data (DPO) dan menerapkan prinsip keamanan data. Jika suatu pihak mengumpulkan atau menyalahgunakan data pribadi orang lain tanpa hak, UU PDP memberi sanksi pidana: penjara hingga lima tahun dan/atau denda hingga Rp5 miliar.

Selain UU PDP, layanan digital juga diatur lewat Peraturan Pemerintah No.71/2019 dan Permenkominfo No.5/2020 yang diubah dengan Permenkominfo No.10/2021. Regulasi ini mewajibkan penyelenggara sistem elektronik (PSE) seperti World App mendaftarkan diri di Komdigi. Komdigi membekukan tanda daftar penyelenggara sistem elektronik (TDPSE) Worldcoin/WorldID karena operator lokal belum terdaftar dan menggunakan badan hukum lain. Ini menunjukkan pemerintah memantau aktivitas tersebut secara serius.

Namun implementasi UU PDP masih dalam tahap awal. Beberapa peraturan pelaksana (PP dan Perpres pembentukan badan pengawas data pribadi) sedang disusun. Artinya, meski kerangka hukumnya makin jelas, saat ini masyarakat mungkin masih harus mengandalkan perlindungan dari aturan yang ada. Jika terjadi pelanggaran serius, korban dapat melapor ke Komdigi atau aparat penegak hukum. Secara ideal, setiap warga punya hak untuk menarik persetujuan pemrosesan data mereka atau menuntut ganti rugi jika data bocor.

Kesimpulannya, fenomena antre World App-Orb menggarisbawahi tantangan keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan privasi. Di satu sisi, teknologi ini berpotensi menciptakan inklusi finansial dan identitas digital baru. Di sisi lain, risiko kebocoran biometrik tidak bisa dianggap remeh. Masyarakat diharapkan tetap kritis: memahami syarat penggunaan aplikasi ini dan sadar sepenuhnya kelebihan serta konsekuensi bagi data pribadi mereka. Pemerintah pun perlu memastikan perlindungan hukum yang kuat agar inovasi digital tetap tidak mengorbankan hak privasi warga Indonesia.

Sumber:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun