Pekerjaan Tak Terlihat, Risiko Nyata
Sebagian besar ghost workers bekerja tanpa kontrak formal, tanpa jaminan kesehatan, dan tanpa akses ke pendampingan psikologis padahal banyak dari mereka harus terpapar konten yang mengganggu secara emosional.
Mereka dinilai oleh sistem otomatis, diputus pekerjaannya secara sepihak, dan sering kali dibayar terlambat. Ini bukan sekadar masalah ekonomi, tapi juga isu kemanusiaan dan etika teknologi.
Akankah Ada Perubahan?
Diskusi soal perlindungan ghost workers mulai mengemuka. Beberapa pihak mendorong:
- Transparansi perusahaan teknologi dalam mengakui peran ghost workers;
- Upah layak secara global, setidaknya setara UMR negara tempat pekerja berada;
- Regulasi internasional yang melindungi hak-hak pekerja digital lepas;
- Konsumen kritis yang lebih peduli pada bagaimana sebuah produk AI "diproduksi". (time.com)
Teknologi yang Etis Harus Dimulai dari Manusia
Ghost workers bukanlah mesin, bukan juga "pengguna internet biasa". Mereka adalah pengajar senyap dari kecerdasan buatan yang saat ini membantu dunia menyusun email, menyaring berita, dan bahkan menulis artikel ini.
Sudah waktunya mereka diakui, dihargai, dan dilibatkan dalam ekosistem teknologi. Sebab, jika kita benar-benar ingin AI yang adil, inklusif, dan etis maka tidak ada alasan untuk terus mengabaikan para guru di balik layar itu.
Kita hidup di masa depan. Tapi jangan sampai masa depan itu dibangun dengan ketidakadilan yang kuno.
Bagaimana menurutmu?
Apakah kita sebagai pengguna juga punya tanggung jawab dalam mendorong ekosistem AI yang lebih manusiawi? Bagikan pendapatmu di kolom komentar.