Mohon tunggu...
Silvha Darmayani
Silvha Darmayani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sastra Indonesia Universitas Andalas

Everything will be fine

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Puasa dalam Kehidupan Pasar

25 Agustus 2021   16:06 Diperbarui: 25 Agustus 2021   16:11 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar Aur Kuning, Bukittinggi (Maret-Mei) 

Puasa tahun ini sedikit berbeda, tidak ada malas bangun sahur,  menonton tivi saat sahur, tidur selepas sahur, bermalas-malasan saat berpuasa, berbuka dengan sekehendak hati, pergi tarawih dengan kawan sebaya, tidak  seperti tahun-tahun terakhir. 

Puasa tahun ini dibaur dengan kisah baru, rutinitas baru, dan lingkungan baru. Ketika banyak orang yang masih tenggelam tidur sehabis makan sahur, maka sisa dari banyak orang itu telah lebih dulu merajut hari, sambil menunggu matahari timbul dari timur.

Pagi dimulai, untung diperjuangkan, perasaian ditangguhkan. Begitulah orang-orang yang memilih dan terpilih mengabdi di pasar, tidak menjunjung labelisasi sebagai profesi yang dicita-citakan sedari kecil, tidak dikenal dan terkenal, hanya sebatas khalayak kecil yang mempertaruhkan waktu dan menepikan impian yang belum sempat terwujud, maka bertarunglah mereka di pasar. Bertarung dengan waktu dan kesempatan. 

Puasa tahun ini terasa berbeda, beberapa pekerjaan beroperasi dalam satu waktu, lintas yang bersamaan, tidak merujuk pada yang lebih prioritas dan mana yang lebih minoritas, tapi lebih kepada cara diri untuk mengoordinasikan diri, berusaha disiplin, dan tidak membuang jam-jam yang berpengaruh besar dalam hidup.

Bagi sebagian orang, pasar adalah tempat tertepat untuk menetralkan energi eskapisme. Namun bagi sebagian lagi pasar tidak lain dan bukan adalah tempat kumuh, lusuh, rusuh dan gaduh. 

Tentu tidak bisa dijustifikasikan mana karakter yang pas dan sesuai dengan eksistensi pasar, karena setiap orang punya paradigma sendiri dalam menganalisis suatu objek, menerjemahkannya, hingga menjadi sebuah kesimpulan. 

Pasar sebetulnya mengasyikkan, jika kita mampu menilik dari sudut mantik yang berbeda. Sederhana saja,  pasar melatih orang-orangnya untuk adaptif, reseptif, dan tidak mencampuradukkan antara ekspektasi dan realitas. Maksudnya dalam lingkup pasar kita akan belajar dan diajarkan cara untuk benar-benar hidup dalam ruang yang konkret. Dipertemukan dengan orang-orang baru setiap hari, menjalin hubungan baik antar personal, maupun sosial.

Di pasar juga banyak para pemimpi yang belum atau bahkan tidak sempat merampungkan mimpinya. Mereka harus menelan keberlakuan takdir, melupakan perlahan mimpi-mimpi itu, seakan tidak pernah ada. 

Beberapa orang selain mereka, mungkin terlahir dengan nasib yang sedikit lebih mujur, bisa mengecap rasanya pendidikan tinggi, namun banyak juga yang pernah mengeyam dunia tersebut dan justru memilih pasar sebagai tempat untuk mengamalkan gelarnya. 

Tapi banyak hal yang mesti dipelajari dari orang-orang pasar ini, tentang siklus kehidupan juga  ragam komponen di dalamnya.
Pasar juga bersifat kompetitif (perlu dan memang esensial akan persaingan) karena melibatkan tuntutan dan kebutuhan. Tidak ada hal yang bersifat impulsif, semua harus berdasarkan realitas. 

Sebetulnya lagi, orang-orang pasar jauh lebih visioner, terstruktur, dan cakap dalam praktik manajemen dalam multi aspek. Mungkin menjadi orang-orang pasar tidak mendapat urutan pada profesi terbaik, tetapi ketika menggali lebih intens perihal kehidupan orang-orang pasar, justru mereka jauh lebih handal dalam memenangkan pertarungan hidup setiap hari. 

Tidak bermaksud untuk mengalienasikan profesi-profesi lain, sebab setiap profesi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Begitu juga dengan pasar.

Puasa tahun ini agak berbeda, kesabaran benar-benar diuji. Tidak ada hari libur di pasar, pagi berhulu di sana. Kuli  angkut yang menarik gerobak berisi himpitan karung-karung, bermandikan peluh di bajunya, tukang parkir yang berskala suara pluitnya, tukang jaga wc, pedagang kaki lima yang bersorak-sorai, tauke-tauke besar yang mencari barang dagangannya, dan banyak lagi. 

Sesekali pasar akan terasa tidak mengenakan hati, membosankan, meletihkan, dan menjemukan. Berjuang sekaligus menempa diri. 

Pasar pada hari tertentu akan terasa menyebalkan, melelahkan, itu wajar sebab tidak semua hal menyenangkan akan berlangsung di sana. 

Bukankah pengalaman sulit akan membentuk ketahanan diri agar lebih kuat menghadapi kenyataan, bukankah menjadi orang-orang pasar jauh lebih rendah hati dibandingkan orang-orang berseragam? 

Sebab di pasar tidak memandang strata, golongan dan pangkat, kecuali jiwa perseduluran yang dibangun terus-menerus.
Persaudaraan adalah kekayaan yang usianya lebih panjang dan kemanfaatannya lebih besar dibandingkan dengan kekayaan material. 

Berkegiatan di pasar bukan lagi ditujukan sekedar pada pemenuhan material, namun lebih dominan diarahkan untuk membangun dan memelihara paseduluran dalam kehidupan bermasyarakat. 

Di pasar orang-orang cenderung memakai prinsip satu untuk semua, tidak memandang suku, adat, ras dan agama.

Pasar adalah representasi hidup kompleks yang diminiaturkan intensitasnya. Banyak hal yang didapatkan ketika orang-orang memilih mengabdi di pasar, menempa diri, melatih sifat dan energi positif baik secara personal maupun sosial. 

Pasar juga mengajarkan manusianya tumbuh dengan sensitivitas, kepedulian,  dan optimisme. Tidak ada semboyan menyerah, pesimistis, sebab orang-orang pasar telah terbiasa melewati kisah hari demi hari, suka dan duka yang dihadapi. Terutama kesabaran yang penuh, apalagi di bulan puasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun