Mohon tunggu...
Akhmad Ginulur
Akhmad Ginulur Mohon Tunggu... -

Professional Brainwaster

Selanjutnya

Tutup

Money

Mie Tektek & Fintek

27 Desember 2016   13:22 Diperbarui: 27 Desember 2016   13:59 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh karena industri mie tektek kontemporer lebih dahulu mengalami prosescreative destruction dibandingkan industri fintek modern, maka tidak salah jika kita bisa mengambil beberapa filosofi dan pelajaran dari mie tektek untuk diaplikasikan dalam menghadapi perkembangan industri keuangan. Adapun beberapa aspek dari mie tektek yang dapat dikaitkan dengan industri fintek adalah sebagai berikut:

Resep modern pun mengambil elemen terbaik dari resep tradisional

Sehebat-hebatnya resep mie tektek modern, basisnya pasti menggunakan formula asli yang konon berasal dari Gunung Kidul. Resep asli yang berbahan bawang, kemiri dan kaldu memang tidak ada matinya karena telah teruji oleh hantaman zaman. Mie tektek modern umumnya hanya menambahkan topping baru pada resep tradisional atau menggunakan peralatan modern untuk lebih mengefisienkan waktu dan sumberdaya dalam memasak.

Konsepsi tersebut juga rupanya berlaku di industri Jasa Keuangan, diperlukan waktu yang lama untuk mencapai bentuk yang mapan dan matang. Menurut konsultan manajemen Mckinsey, industri keuangan relatif tidak berubah dalam beberapa dekade terakhir dan merupakan salah satu industri yang paling resisten terhadap disrupsi perubahan. Sejak hipotek pertama kali diterbitkan di inggris pada abad 11, layanan dasar yang ditawarkan oleh jasa keuangan relatif tidak berubah, yaitu meliputi simpan-pinjam, transfer dana serta asuransi.

Fenomena kebangkitan teknologi informasi berbasis mobile telah membuka paradigma baru untuk menghadirkan layanan jasa keuangan yang lebih terpersonalisasi sesuai kebutuhan konsumen dalam genggaman. Hal inilah yang menjadi pencetus booming  sinergi antara sektor jasa dengan teknologi informasi.

Namun demikian, industri fintek juga dapat mengambil bentuk dasar dan pengalaman  dari industri jasa keuangan tradisional, untuk dapat mendeliver produk yang tidak hanya nyaman bagi konsumen namun juga aman.

Arang vs kompor, mie keju vs mie godhog semua kembali ke pilihan konsumen

Saat ini konsumen ditawarkan dengan banyak varian mie tektek, mulai dari mie tektek kaki lima sampai dengan mie tektek level restoran. Baik mie tektek modern yang ditaburi keju mozarella, maupun mie tektek godhog yang masih mempertahankan arang sebagai bahan bakarnya.  Uniknya, penjaja mie tektek modern tidak memangsa pasar milik penjaja mie tektek tradisional, justru malah konsumen yang semakin dimanjakan dengan banyaknya pilihan. Beberapa penjaja mie tektek bergaya tradisional bahkan mengadopsi teknologi modern seperti kipas angin untuk membantu memanaskan arang, dan beberapa penjaja mie tektek modern justru malah menggunakan tungku untuk memasak mie kejunya. 

Hal ini juga sebaiknya dapat diaplikasikan dalam industri jasa keuangan. Berdasarkan pelakunya, industri fintek dapat dibagi menjadi dua, yaitu Fintek 2.0 dan 3.0. Fintek 2.0 didefinisikan sebagai Fintek yang dikembangkan industri jasa keuangan existing, baik perbankan, pasar modal, maupun Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Sedangkan yang disebut sebagai Fintek 3.0 adalah perusahaan jasa keuangan digital yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan startup atau rintisan, berdasarkan kajian McKinsey, fintek jenis inilah yang saat ini sedang berkembang pesat dan menawarkan aneka inovasi revolusioner. Beberapa pihak berpendapat bahwa fintek 3.0 dapat mematikan fintek 2.0, namun saat ini muncul paradigma bahwa industri fintek yang dikembangkan oleh jasa keuangan existing dapat bersinergi dengan perusahaan-perusahaan. Beberapa lembaga keuangan formal di Indonesia bahkan mengembangkan divisi fintek sendiri dengan mengusung gaya startup seperti jalur komando yang ringkas serta openspace.

Persaingan mengundang kecurangan, perlu wasit dalam pertandingan

Tingginya minat masyarakat dalam mengkonsumsi mie tektek mengundang beberapa pengusaha nakal yang ingin meraup keuntungan dalam waktu singkat. Tentu kita ingat kasus mie ber-borax yang sempat heboh pada awal tahun 2000-an. Jika saja BBPOM tidak lekas bergerak, maka akan ada banyak sekali konsumen yang dirugikan akibat pemakaian zat karsinogen dalam jangka panjang.

Begitu pula dengan industri keuangan. Industri keuangan tradisional telah diregulasi dengan baik di Indonesia, namun demikian startup keuangan berbasis teknologi masih menjadi wilayah abu-abu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun