Salah satu harta yang paling penting dalam hukum adat  adalah Tanah. Hak inilah yang dipunyai oleh Keraton Yogykarta atas tanah magersari (Sultan Ground).Dalam Sultan Ground (Tanah Magersari) untuk membuktikan kepemilikan dari Sultan Ground  adalah dengan memiliki Surat Kekancingan. Hak masyarakat hukum adat atas tanah ini disebut dengan hak pertuaanan atau hak ulayat. Di Daerah Istimewa Jogjakarta ada 2 bagian jenis tanah yang diberlakukan. Dalam penyelenggaran tanah di DIY pada awalnya tidak pernah ada tanah Negara. Semua tanah negara di DIY adalah tanah Sultanat yang semenjak kemerdekaan Indonesia diberikan kepada pemerintah daerah. Selain itu,  tanah milik Keraton Yogyakarta dibagi menjadi dua, yaitu tanah Kasultanan (Sultan Ground) dan tanah Kadipaten (Pakualaman Ground). Karena daerahnya yang istimewa, maka diberikan kewenangan istimewa dalam penyelenggaran Pertanahan oleh Pemerintah Republik Indonesia Pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten oleh pihak lain harus mendapatkan izin persetujuan Kasultanan untuk tanah Kasultanan dan izin persetujuan Kadipaten untuk tanah Kadipaten dengan melibatkan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk melakukan pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga bahwa Surat Kekancingan yang digunakan oleh Keraton Yogyakarta termasuk dalam pengertian perjanjian sewa tanah menurut hukum adat. Surat Kekancingan sebagai bukti untuk seseorang atau masyarakat untuk dapat mengerjakan atau untuk mendiami tanah magersari dengan izin dari Keraton Yogyakarta selaku yang mempunyai tanah magersari. Terdapat juga hal yang menyatakan bahwa ada keharusan untuk membayar sejumlah uang tertentu sebagai uang sewa. Melihat penjelasan diatas masyarakat yang mengurus surat kekancingan terdapat kewajiban untuk membayarkannya kepada keraton melalui panitikismosehingga pembayaran ini juga dilakukan oleh dalam konsep Surat Kekancingan.
      Tanah Kasultanan (Sultan Ground) adalah tanah yang dimiliki dan kewenangannya ada pada Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan diwariskan secara turun-temurun oleh pewaris.Tanah Keraton merupakan tanah yang belum diberikan haknya kepada Pemerintah Desa dan penduduk dan masih merupakan milik keraton sehingga siapapun yang hendak menggunakannya harus meminta ijin kepada pihak Kraton.Serat Kekancingan adalah surat keputusan tentang pemberian hak atas tanah dari Kasultanan atau Kadipaten kepada masyarakat/institusi yang diberikan dalam jangka waktu tertentu dan dapat diperpanjang/diperbarui. Perjanjian sewa dapat diartikan sebagai mengizinkan orang lain mengerjakan atau mendiami tanah yang berada di bawah kekuasaannya, dengan keharusan membayar sejumlah uang tertentu sebagai uang sewa sesudah setiap bulan, setiap panen atau setiap tahun, dengan konsekuensi bahwa sesudah pembayaran itu, transaksi tersebut dapat diakhiri. Magersari adalah hak adat yang diberikan kepada masyarakat sebagai penghuni/pengguna Tanah Kasultanan dan/atau Tanah Kadipaten dimana antara penghuni/pengguna dari tanah tersebut terdapat ikatan historis dan diberikan hanya kepada Warga Negara Indonesia pribumi dengan jangka waktu selama mereka menghuni/menggunakan.
      Pada dasarnya, tanah di Indonesia dikenal dengan dua jenis kepemilikan, yaitu tanah dengan kepemilikan bersama dan kolektif (tanah ulayat)serta tanah milik sendiri (tanah dengan hak milik). Secara etimologi, arti kata ulayatidentik dengan wilayah, kawasan, nagari,dan marga. Jadi tanah ulayat sendiri merupakan kawasan tanah yang diberi kewenangan terhadap penduduknya untuk mengelola tanah tersebut secara bersama-sama sedangkan tanah dengan milik sendiri artinya tanah tersebut dimiliki secara perseorangan dengan melakukan suatu upaya tertentu, yang mana atas tanah tersebut terdapat hak tertinggi, yaitu hak milik.Salah satu kewenangan istimewa DIY dalam mengurus pemerintah daerahnya adalah dalam bidang pertanahan. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Telah dikeluarkan Perdais terbaru untuk menyelenggarakan keistimewaan yang berkaitan dengan pertanahan, yaitu Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten.
     Dalam Perdais tersebut dinyatakan bahwa "Serat Kekancingan adalah surat keputusan tentang pemberian hak atas tanah dari Kasultanan atau Kadipaten kepada masyarakat/institusi yang diberikan dalam jangka waktu tertentu dan dapat diperpanjang/diperbarui." Salah satu implementasi Serat Kekancingan adalah berupa Magersari, sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Pasal 8 ayat (3) huruf a Perdais bahwa yang dimaksud dengan "magersari" adalah hak adat yang diberikan kepada masyarakat sebagai penghuni/pengguna Tanah Kasultanan dan/atau Tanah Kadipaten dimana antara penghuni/pengguna dari tanah tersebut terdapat ikatan historis dan diberikan hanya kepada Warga Negara Indonesia pribumi dengan jangka waktu selama mereka menghuni/menggunakan.Menurut keterangan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam Apel Penandatanganan Memorandum of Understanding Penertiban dan Penataan Tanah Sultan Ground di Alun-Alun Wonosari pada bulan Juni 2016, sebagian besar warga atau instansi pemerintah di DIY masih menguasai, menggunakan, dan memanfaatkan Tanah Kasultanan tanpa izin dari Keraton. Bila memiliki serat kekancingan, banyak yang sudah kedaluwarsa karena warga belum mengetahui masa berlakunya surat kekancingan ada batasnya.
      Dalam kenyataannya, peraturan mengenai Tanah Kasultanan ini menimbulkan berbagai kepelikan bagi masyarakat, salah satunya adalah apa yang dialami oleh Sukiman, salah seorang wargadi Pantai Nguyahan, Gunungkidul. Menurut Sukiman, penataan mengenai Tanah Kasultanan ini membuatnya terpaksa pindah dari wilayah yang telah dihuninya sejak tahun 1972, karena kini wilayah itu termasuk Tanah Kesultanan dan harus segera disterilkan. Warga yang hendak menggunakan tanah tersebut harus mengurus surat kekancingan di Panitikismo Keraton Yogyakarta. Namun, banyak warga yang memilih untuk pergi dari wilayah tersebut karena kepengurusan surat kekancingan yang sulit.Selain itu, ada juga persoalan yang timbul karena klaim surat kekancingan ini, salah satunya adalah para pedagang kaki lima yang digugat Eka Aryawan karena dianggap telah menempati secara ilegal wilayah yang merupakan hak guna Eka Aryawan menurut surat kekancingan yang dimilikinya.
    Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI