Hukum juga menjadi faktor penyebab korupsi. Faktor ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu aspek produk hukum dan aspek penegakan hukum. Adanya pasal karet yang multi tafsir, pasal diskriminatif, kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain, serta sanksi yang kurang ekuivalen dengan perbuatan korupsi merupakan sederet contoh aspek buruknya produk hukum.Â
Kondisi ini semakin diperparah oleh buruknya penegakan hukum. Misalnya, ada diskriminasi terhadap pelaku dalam proses penegakan hukum atas suatu kasus korupsi.
Kompleksnya faktor penyebab korupsi seperti disinggung di atas, menunjukkan bahwa dalam memberantas tindak pidana kejahatan luar biasa ini tidak mungkin dititikberatkan pada satu bidang atau disiplin keilmuan saja. Sebaliknya, dibutuhkan kerja sama lintas keilmuan untuk mengatasinya.Â
Misalnya, ilmu hukum hanya bisa digunakan untuk menyelesaikan faktor yang berhubungan dengan peraturan saja, padahal kondisi psikologis, ekonomi, dan tingkat pendidikan juga turut menjadi penyebab korupsi. Bahkan budaya dan sikap serta perilaku masyarakat juga dapat mendukung lahirnya koruptor.
Dalam bidang pendidikan, pendidikan tinggi menjadi salah satu jenjang yang tidak bisa lepas dari tanggung jawab upaya pemberantasan korupsi.Â
Perguruan tinggi perlu mendesain kurikulum dan budaya kampus yang mendukung sikap anti korupsi. Dalam konteks ini, mahasiswa juga memiliki peran penting untuk dimainkan.
Sejarah mencatat, mahasiswa memainkan peran penting dalam mengantarkan pembaruan dan transformasi di Indonesia. Banyak peristiwa-peristiwa besar yang dimotori oleh mahasiswa.Â
Kebangkitan nasional pada 1908, Sumpah Pemuda pada 1928, hingga proklamasi kemerdekaan pada 1945, semuanya tidak lepas dari peran mahasiswa.Â
Pasca kemerdekaan, di era Orde Baru, mahasiswa juga menjadi watch dog otoritarianisme rezim. Puncaknya pada Mei 1998, pada peristiwa reformasi, mahasiswalah yang menjadi aktor pentingnya.
Oleh karena itu, upaya pemberantasan korupsi juga tidak boleh meninggalkan mahasiswa di belakang. Peran yang dapat dimainkan mahasiswa dapat dikelompokkan ke dalam empat wilayah, yaitu di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan kampus, dan tingkat lokal/nasional.Â
Di lingkungan keluarga, mahasiswa dapat mengamalkan sikap anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari, seperti jujur kepada orangtua, melaksanakan dengan penuh tanggung jawab peraturan keluarga, menunaikan amanah dengan penuh tanggung jawab, dan sebagainya.